
Di pagi dan malam hari, bisa dipastikan sistus jejaring sosial seperti twitter, facebook, atau path dibanjiri curhatan para pekerja kantor yang mengeluhkan kondisi jalanan yang macet. Satu, dua, bahkan empat jam, waktu habis 'termakna' di jalan. Pada tahun 2005, Yayasan Pelangi merilis angka kerugian yang ditimbulkan akibat macet, yaitu sebesar 12,8 triliun rupiah. Selain macet, mood pun ikut 'terjun bebas' melihat ulah sesama pengguna jalanan yang tidak tertib, atau sejumlah pengamen yang meminta uang sambil 'meneror' dengan embel-embel 'daripada saya jadi rampok' atau 'hargai kejujuran saya'.
Menolak dipusingkan dengan persoalan klasik kota Jakarta itu, pasangan desainer grafis Irwan Ahmett dan Tita Salina memilih rumah sebagai kantor, tempat tinggal, sekaligus ruang ekspresi seni mereka.
Terletak di bilangan Pasar Minggu, kediaman 'satu paket' itu diberi nama Pori Pori House. Untuk sebuah bangunan yang mempunyai banyak fungsi, home office milik Irwan dan Tita ini membuktikan bahwa siapapun bisa memaksimalkan area kecil melalui zoning ruangan. Awalnya, pasangan ini mengaku kalau mereka sempat berganti rumah beberapa kali, sampai akhirnya menemukan sebuah lahan kosong di daerah perumahan yang dirasa ideal. "Tidak mudah mencari arsitek yang mau melayani tuntutan yang banyak. Beruntung kami bertemu Budi Pradono sewaktu Irwan mengerjakan proyek seni bersama. Ternyata kami bertiga memiliki passion yang sama dan jadilah rumah ini sebagai eksperimen bersama kami," ungkap Tita.
Karena Irwan dan Tita memang mengidamkan konsep home office yang praktis, maka tidak ada ruang 'basa-basi' yang terbuang dalam Pori Pori House. Home Office ini terasa lapang dan hemat energi karena tidak membutuhkan penerangan di siang hari, serta menggunakan material yang ekonomis dan konstruksi yang efektif dan unik. Konsep ngantor di rumah, selain dirasa lebih low cost, juga diyakini Tita berpengaruh positif terhadap proses kreatif dirinya dan suaminya. "Quality time yang kami miliki jauh lebih baik daripada mereka yang berkantor di luar. Kami juga tidak perlu stres memikirkan jarak, waktu, dan kemacetan di jalan. Dengan demikian pikiran jadi lebih tenang dan ide-ide kreatif lebih lancar munculnya," jelas Tita.
Namun, bekerja di rumah, meski terlihat menyenangkan, ternyata membutuhkan kedisiplinan tinggi dan pengaturan waktu yang efisien. Irwan dan Tita memberi sejumlah tip agar kita bisa fokus bekerja di rumah. "Lantai bawah diutamakan untuk aktivitas bekerja, sedangkan lantai atas disepakati sebagai ruang privasi untuk istirahat dan mengerjakan hal-hal di luar oekerjaan. Sehingga ketika kami turun ke lantai bawah, otak otomatis sudah diset untuk siap bekerja," ungkap Irwan.
Selain menjadi arena tempat tinggal dan bekerja, Pori Pori House terbuka lebar sebagai tempat ngumpul untuk diskusi dan workshop, bahkan sering menjadi tempat menginap teman-teman Irwan dan Tita yang datang dari luar kota. "Sebagai pemilik rumah, kami bahagia kalau rumah ini bisa menjadi sarana yang bermanfaat bagi orang lain," ungkap Tita.
Home office ini juga cocok bagi Anda yang ingin memulai karier kedua tapi belum punya area kantor sendiri. Baca juga Solusi Memulai Karier Kedua.Menolak dipusingkan dengan persoalan klasik kota Jakarta itu, pasangan desainer grafis Irwan Ahmett dan Tita Salina memilih rumah sebagai kantor, tempat tinggal, sekaligus ruang ekspresi seni mereka.
Terletak di bilangan Pasar Minggu, kediaman 'satu paket' itu diberi nama Pori Pori House. Untuk sebuah bangunan yang mempunyai banyak fungsi, home office milik Irwan dan Tita ini membuktikan bahwa siapapun bisa memaksimalkan area kecil melalui zoning ruangan. Awalnya, pasangan ini mengaku kalau mereka sempat berganti rumah beberapa kali, sampai akhirnya menemukan sebuah lahan kosong di daerah perumahan yang dirasa ideal. "Tidak mudah mencari arsitek yang mau melayani tuntutan yang banyak. Beruntung kami bertemu Budi Pradono sewaktu Irwan mengerjakan proyek seni bersama. Ternyata kami bertiga memiliki passion yang sama dan jadilah rumah ini sebagai eksperimen bersama kami," ungkap Tita.
Karena Irwan dan Tita memang mengidamkan konsep home office yang praktis, maka tidak ada ruang 'basa-basi' yang terbuang dalam Pori Pori House. Home Office ini terasa lapang dan hemat energi karena tidak membutuhkan penerangan di siang hari, serta menggunakan material yang ekonomis dan konstruksi yang efektif dan unik. Konsep ngantor di rumah, selain dirasa lebih low cost, juga diyakini Tita berpengaruh positif terhadap proses kreatif dirinya dan suaminya. "Quality time yang kami miliki jauh lebih baik daripada mereka yang berkantor di luar. Kami juga tidak perlu stres memikirkan jarak, waktu, dan kemacetan di jalan. Dengan demikian pikiran jadi lebih tenang dan ide-ide kreatif lebih lancar munculnya," jelas Tita.
Namun, bekerja di rumah, meski terlihat menyenangkan, ternyata membutuhkan kedisiplinan tinggi dan pengaturan waktu yang efisien. Irwan dan Tita memberi sejumlah tip agar kita bisa fokus bekerja di rumah. "Lantai bawah diutamakan untuk aktivitas bekerja, sedangkan lantai atas disepakati sebagai ruang privasi untuk istirahat dan mengerjakan hal-hal di luar oekerjaan. Sehingga ketika kami turun ke lantai bawah, otak otomatis sudah diset untuk siap bekerja," ungkap Irwan.
Selain menjadi arena tempat tinggal dan bekerja, Pori Pori House terbuka lebar sebagai tempat ngumpul untuk diskusi dan workshop, bahkan sering menjadi tempat menginap teman-teman Irwan dan Tita yang datang dari luar kota. "Sebagai pemilik rumah, kami bahagia kalau rumah ini bisa menjadi sarana yang bermanfaat bagi orang lain," ungkap Tita.
Ruth Evelina