Tak disangka, reuni membawa berkah. Bertemu jodoh karena reuni sekolah, sungguh tak terduga. Bagaimana kisahnya? Simak penuturan berikut:
"Kami pertama kali bertemu dan berkenalan pada Maret 2009. Saat itu kami sedang mempersiapkan reuni akbar SMP 11 Jakarta, angkatan '84. Saya kebagian mengurus konsumsi, sedangkan Koko bertugas jadi administrator milis alumni kami. Entah kenapa, waktu duduk di SMP dulu kami nggak sempat saling mengenal, padahal kami ternyata juga masuk ke SMA yang sama. Mungkin karena dunia kami dulu bagai bumi dan langit. Dia termasuk anak gaul, sementara saya bukan anak tongkrongan, meskipun bukan juga 'kutu buku'. Saat pertama kenal, belum ada rasa apa pun. Soalnya waktu itu saya sedang fokus mengurus proses perceraian. Lagipula status dia waktu itu juga masih punya pacar.
Di tengah persiapan reuni itu saya sempat meminta bantuan Koko untuk membangun sistem manajemen di kantor baru saya. Mau tak mau kami jadi lebih sering bertemu dan berdiskusi. Dari situ, perlahan-lahan kami mulai mengenal cara berpikir dan karakter masing-masing. Bersamaan dengan itu kedua anak saya juga mulai mengenal dia sebagai teman kerja ibunya. Berawal dari pertemanan, lama-lama kami merasa klop. Pada akhir 2010, saat digelarnya acara reuni SMP, hubungan kami makin serius, meskipun tidak pernah ada kata jadian.
Yang jelas, kami merasa saling cocok dan saling mengisi. Bersama dia, saya merasa lebih bebas menjadi diri sendiri, apa adanya. Saya bisa bicara apa saja, meskipun itu berbeda dengan pendapat dia. di sisi lain, Koko yang telah lama menduda (tanpa anak) tampaknya butuh tempat untuk pulang, butuh keluarga, setelah dia puas menjalani kesendiriannya. Yang saya suka dari Koko, dia orang yang demokratis, memberi kebebasan, tapi sekaligus teguh dalam pendirian. Dia pun lebih ekspresif dan spontan menunjukkan rasa sayangnya.
Sebelum memutuskan menikah, kami membuat kesepakatan. Salah satunya, kami sepakat tidak punya anak lagi. Dia juga ingin tetap punya hari khusus bersama teman-temannya, begitu pula saya. Setelah menjalani masa penjajakan selama dua tahun, akhirnya kami mantap menikah pada April 2012.
Anak-anak saya pun tampaknya senang menerima Koko sebagai bagian dari keluarga kami. Koko memang tidak ingin menggantikan sosok ayah mereka dan tidak keberatan tetap dipanggil 'Om Koko'. Yang penting, dia ingin ikut membantu saya membesarkan anak-anak saya seperti anaknya sendiri. Saya benar-benar menemukan apa yang saya inginkan selama ini dari seorang pria. It's blessing I found him!"
"Kami pertama kali bertemu dan berkenalan pada Maret 2009. Saat itu kami sedang mempersiapkan reuni akbar SMP 11 Jakarta, angkatan '84. Saya kebagian mengurus konsumsi, sedangkan Koko bertugas jadi administrator milis alumni kami. Entah kenapa, waktu duduk di SMP dulu kami nggak sempat saling mengenal, padahal kami ternyata juga masuk ke SMA yang sama. Mungkin karena dunia kami dulu bagai bumi dan langit. Dia termasuk anak gaul, sementara saya bukan anak tongkrongan, meskipun bukan juga 'kutu buku'. Saat pertama kenal, belum ada rasa apa pun. Soalnya waktu itu saya sedang fokus mengurus proses perceraian. Lagipula status dia waktu itu juga masih punya pacar.
Di tengah persiapan reuni itu saya sempat meminta bantuan Koko untuk membangun sistem manajemen di kantor baru saya. Mau tak mau kami jadi lebih sering bertemu dan berdiskusi. Dari situ, perlahan-lahan kami mulai mengenal cara berpikir dan karakter masing-masing. Bersamaan dengan itu kedua anak saya juga mulai mengenal dia sebagai teman kerja ibunya. Berawal dari pertemanan, lama-lama kami merasa klop. Pada akhir 2010, saat digelarnya acara reuni SMP, hubungan kami makin serius, meskipun tidak pernah ada kata jadian.
Yang jelas, kami merasa saling cocok dan saling mengisi. Bersama dia, saya merasa lebih bebas menjadi diri sendiri, apa adanya. Saya bisa bicara apa saja, meskipun itu berbeda dengan pendapat dia. di sisi lain, Koko yang telah lama menduda (tanpa anak) tampaknya butuh tempat untuk pulang, butuh keluarga, setelah dia puas menjalani kesendiriannya. Yang saya suka dari Koko, dia orang yang demokratis, memberi kebebasan, tapi sekaligus teguh dalam pendirian. Dia pun lebih ekspresif dan spontan menunjukkan rasa sayangnya.
Sebelum memutuskan menikah, kami membuat kesepakatan. Salah satunya, kami sepakat tidak punya anak lagi. Dia juga ingin tetap punya hari khusus bersama teman-temannya, begitu pula saya. Setelah menjalani masa penjajakan selama dua tahun, akhirnya kami mantap menikah pada April 2012.
Anak-anak saya pun tampaknya senang menerima Koko sebagai bagian dari keluarga kami. Koko memang tidak ingin menggantikan sosok ayah mereka dan tidak keberatan tetap dipanggil 'Om Koko'. Yang penting, dia ingin ikut membantu saya membesarkan anak-anak saya seperti anaknya sendiri. Saya benar-benar menemukan apa yang saya inginkan selama ini dari seorang pria. It's blessing I found him!"
Pasangan Peni Hedi dan Agung Saptoko - Jakarta
(Seperti dikisahkan kepada Pesona)
Baca juga tentang 3 Bantuan dalam Mencari Jodoh di sini.