
Sejak Indonesia mengenal dunia seni dan desain sebagai bagian dari seni rupa lebih dari setengah abad silam lewat perguruan tinggi seni rupa, pameran desain dan kriya berskala nasional sekelas Biennale yang mengedepankan konsep kreatif dan inovasi dalam arti yang sebenar-benarnya, belum pernah terjadi. Di tahun 1992 memang ada EXPO Seni dan Desain '92 (bertempat di Jakarta Design Centre, Palmerah) yang menggelar karya seni dan desain, termasuk fashion, jewelry, tekstil, desain produk, seni lukis, seni patung, seni grafis, namun pameran itu tidak bisa dikategorikan sebagai Biennale secara konseptual, dan sejak itu tak ada lagi pameran yang signifikansinya sama dengan Expo tersebut, kecuali pameran industri kreatif semacam INACRAFT yang hampir tiap tahun diadakan, namun, ajang itu bukan untuk menunjukkan diskursus atau radikalisasi gagasan-gagasan seni dan desain setaraf Biennale.
Untuk itu, Direktorat Pengembangan Seni Rupa, Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggagas Biannale Desain dan Kriya Indonesia 2013. Biennale ini akan digelar selama 30 hari (19 Desember 2013-19 Januari 2014) di Galeri Nasional Indonesia, Jl. Merdeka Timur No. 14, Jakarta. Biennale dibuka secara resmi oleh Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dr. Sapta Nirwandar pukul 19.00 WIB.
Biennale Desain dan Kriya ini akan melibatkan 93 peserta dari 8 sektor ekonomi kreatif yakni: bidang arsitektur, interior, mebel, produk, kriya, tekstil, desain interior, mode, dan grafis yang terbagi dalam 13 karya kolaborasi dan 53 karya perseorangan. Kolaborasi yang dimaksud, bisa merupakan 'perkawinan' antara 3 sektor ekonomi kreatif sekaligus, misalnya mode dengan mebel dan kriya, atau desain interior dengan kriya dan tekstil.
Tema Biennale Desain dan Kriya di tahun pertama ini adalah GeoEtnik. Tema ini dipilih dengan kenyataan bahwa Indonesia memiliki 600 lebih kelompok etnik dengan beragam ciri dan karakter masing-masing yang sangat potensial untuk dikaji dan digali untuk memperkaya pengembangan desain dan industri kreatif bangsa ini. Kedua, sebagai warga dunia yang hidup dalam satu bumi dengan warga dunia lainnya, kita semestinya menyumbangkan sesuatu untuk dunia global -sebagai suatu bangsa atau bagian dari etnis. Globalisasi kini berarti Glokalisasi, aspek-aspek lokal yang memperkaya dunia global, menjadi roh dari kegiatan Biennale tersebut.
Berbeda dengan pameran industri kreatif
Biennale adalah sebuah "forum" pengkajian dan pengukuran perkembangan yang diselenggarakan secara berkala setiap dua tahun. Sasaran Biennale terutama memberikan pemaknaan pada nilai-nilai kreatif desain yang diusung. Itu sebabnya dalam Biennale Desain dan Kriya Indonesia diperlukan suatu Tim Kurator Biennale untuk menyaring, memaknai, dan mengulas perkembangan karya selama dua tahun terakhir, baik atas nama individu atau atas nama kelompok, perusahaan, dan sebagainya. Inilah yang membedakan dengan pameran industri kreatif biasa yang tidak memerlukan kurator, karena sasarannya lebih ke perdagangan dan promosi, ketimbang sisi kreatif dan inovatifnya.
"Kami ingin menonjolkan lagi kemampuan slow design yang dimiliki bangsa ini secara turun-temurun. Slow design bukan dalam artian lambat tetapi proses pengerjaannya yang rumit dan lama. Ketika orang sudah mulai jenuh dengan barang-barang manufaktur, inilah momentum Indonesia untuk menunjukkan karya kreatif penuh sentuhan," ujar Irvan A. Noe'man, salah satu kurator dalam Press Conference di Jakarta, kemarin (18/12/13).
Biennale Desain dan Kriya Indonesia secara intangible akan menambah nilai simbolik dan pencitraan hasil karya anak bangsa dan akan memudahkan karya-karya kreatif Indonesia mengikuti ajang Biennale Internasional. Kreativitas tanpa diskursus dan pemaknaan kreatif, cuma akan melahirkan komoditi biasa.
Gratis dan terbuka untuk umum
Selama 30 hari, Galeri Nasional terbuka bagi Anda yang tertarik mengapresiasi karya-karya kreatif, sekaligus menghadiri acara-acara pendukung, diantaranya: Forum Desain dan Kriya (20 Desember 2013), Lokakarya Desain dan Kriya (21 Desember 2013), dan Eksperimental Printing pada Tekstil (22 Desember 2013). Anda akan bertemu dengan instruktur dan narasumber yang ahli di bidangnya untuk setiap acara pendukung yang diadakan.
Untuk itu, Direktorat Pengembangan Seni Rupa, Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggagas Biannale Desain dan Kriya Indonesia 2013. Biennale ini akan digelar selama 30 hari (19 Desember 2013-19 Januari 2014) di Galeri Nasional Indonesia, Jl. Merdeka Timur No. 14, Jakarta. Biennale dibuka secara resmi oleh Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dr. Sapta Nirwandar pukul 19.00 WIB.
Biennale Desain dan Kriya ini akan melibatkan 93 peserta dari 8 sektor ekonomi kreatif yakni: bidang arsitektur, interior, mebel, produk, kriya, tekstil, desain interior, mode, dan grafis yang terbagi dalam 13 karya kolaborasi dan 53 karya perseorangan. Kolaborasi yang dimaksud, bisa merupakan 'perkawinan' antara 3 sektor ekonomi kreatif sekaligus, misalnya mode dengan mebel dan kriya, atau desain interior dengan kriya dan tekstil.
Tema Biennale Desain dan Kriya di tahun pertama ini adalah GeoEtnik. Tema ini dipilih dengan kenyataan bahwa Indonesia memiliki 600 lebih kelompok etnik dengan beragam ciri dan karakter masing-masing yang sangat potensial untuk dikaji dan digali untuk memperkaya pengembangan desain dan industri kreatif bangsa ini. Kedua, sebagai warga dunia yang hidup dalam satu bumi dengan warga dunia lainnya, kita semestinya menyumbangkan sesuatu untuk dunia global -sebagai suatu bangsa atau bagian dari etnis. Globalisasi kini berarti Glokalisasi, aspek-aspek lokal yang memperkaya dunia global, menjadi roh dari kegiatan Biennale tersebut.
Berbeda dengan pameran industri kreatif
Biennale adalah sebuah "forum" pengkajian dan pengukuran perkembangan yang diselenggarakan secara berkala setiap dua tahun. Sasaran Biennale terutama memberikan pemaknaan pada nilai-nilai kreatif desain yang diusung. Itu sebabnya dalam Biennale Desain dan Kriya Indonesia diperlukan suatu Tim Kurator Biennale untuk menyaring, memaknai, dan mengulas perkembangan karya selama dua tahun terakhir, baik atas nama individu atau atas nama kelompok, perusahaan, dan sebagainya. Inilah yang membedakan dengan pameran industri kreatif biasa yang tidak memerlukan kurator, karena sasarannya lebih ke perdagangan dan promosi, ketimbang sisi kreatif dan inovatifnya.
"Kami ingin menonjolkan lagi kemampuan slow design yang dimiliki bangsa ini secara turun-temurun. Slow design bukan dalam artian lambat tetapi proses pengerjaannya yang rumit dan lama. Ketika orang sudah mulai jenuh dengan barang-barang manufaktur, inilah momentum Indonesia untuk menunjukkan karya kreatif penuh sentuhan," ujar Irvan A. Noe'man, salah satu kurator dalam Press Conference di Jakarta, kemarin (18/12/13).
Biennale Desain dan Kriya Indonesia secara intangible akan menambah nilai simbolik dan pencitraan hasil karya anak bangsa dan akan memudahkan karya-karya kreatif Indonesia mengikuti ajang Biennale Internasional. Kreativitas tanpa diskursus dan pemaknaan kreatif, cuma akan melahirkan komoditi biasa.
Gratis dan terbuka untuk umum
Selama 30 hari, Galeri Nasional terbuka bagi Anda yang tertarik mengapresiasi karya-karya kreatif, sekaligus menghadiri acara-acara pendukung, diantaranya: Forum Desain dan Kriya (20 Desember 2013), Lokakarya Desain dan Kriya (21 Desember 2013), dan Eksperimental Printing pada Tekstil (22 Desember 2013). Anda akan bertemu dengan instruktur dan narasumber yang ahli di bidangnya untuk setiap acara pendukung yang diadakan.
Tenni Purwanti