
Persepektif gender yang melihat bahwa laki-laki punya kompetensi "alami" untuk memimpin masih menjadi pemikiran umum di masyarakat kita. Pada praktiknya, banyak wanita karier di Indonesia masih memiliki tanggung jawab yang sama besarnya di rumah. Jika lai-laki bisa lebih fokus pada kariernya, wanita tak bisa begitu saja mendelegasikan pekerjaan rumah pada ART. Tanggung jawab dari peran ganda inilah yang menurut Cherry Zulviyanti dari Experd Consultant menjadi potensi stres yang dialami semua wanita karier. Pada tingkat tertentu, jika individu tak mampu membendungnya, akhirnya bisa mengarah pada depresi.
Menurutnya, meski semua wanita karier memiliki potensi stres, wanita yang memimpin umumnya punya kompetensi lebih dan telah matang secara emosional, sehingga ia lebih terampil mengelola stres. "Para wanita ini sudah lebih tangguh, sehingga mereka akan mengolah stres menjadi sesuatu yang antisipatif, yang memacu semangatnya untuk mengejar tantangan supaya tak mengganggu profesionalitasnya di lingkungan pekerjaan," jelasnya.
Membenarkan adanya lingkungan kerja yang mendiskriminasi pemimpin wanita, Cherry menyarankan untuk menyeimbangkan sisi feminin dan maskulin, ketika berada di lingkungan kerja. "Para bos wanita ini tidak harus jadi laki-laki ketika memimpin. Sifat-sifat maskulin-feminin ini justru harus diseimbangkan, dan inilah kelebihan wanita ketimbang pria. Mereka harus pandai-pandai membaca situasi kapan harus menampilkan sifat feminin dan kapan sifat maskulin harus ditonjolkan," tuturnya. "Sifat-sifat maskulin seperti tahan banting, tegas, committed bisa ditunjukkan dengan bersedia menuntaskan pekerjaa, meski keluarga menanti di rumah, sebab ini adalah kerja tim dan dia pemimpinnya," lanjutnya. Sifat-sifat ini perlu ditampilkan tertutama ketika sedang mengejar target. Sementara sisi feminin, menurutnya, baru ditunjukkan ketika harus membimbing karyawan.
Bagaimanapun, mengemban tanggung jawab untuk memimpin memang tidak mudah. Cherry menyarankan tiga hal yang harus diupayakan para wanita pimpinan untuk mengelola stres agar tidak berdampak buruk bagi profesionalitas dan kehidupan pribadi mereka. "Berusahalah untuk enjoy dengan tanggung jawab yang Anda emban, termasuk ketika harus menghadapi tantangan kerja yang lebih berat. Upayakan untuk tetap santai dan fleksibel ketika menampilkan sikap feminin dan maskulin di kantor, karena secara kodrati Anda tetap seorang wanita. Dan jangan lupa untuk tetap mempertahankan komunikasi dengan pasangan di rumah. Ini penting, karena pasangan Anda telah mendukung Anda hingga mencapai posisi ini. Sesekali mintalah pendapat atau nasihat dari pasangan soal pekerjaan Anda di kantor, agar pasangan merasa tetap dihormati sebagai suami. Sehingga kehidupan Anda di kantor dan di rumah tetap seimbang."
Menurutnya, meski semua wanita karier memiliki potensi stres, wanita yang memimpin umumnya punya kompetensi lebih dan telah matang secara emosional, sehingga ia lebih terampil mengelola stres. "Para wanita ini sudah lebih tangguh, sehingga mereka akan mengolah stres menjadi sesuatu yang antisipatif, yang memacu semangatnya untuk mengejar tantangan supaya tak mengganggu profesionalitasnya di lingkungan pekerjaan," jelasnya.
Membenarkan adanya lingkungan kerja yang mendiskriminasi pemimpin wanita, Cherry menyarankan untuk menyeimbangkan sisi feminin dan maskulin, ketika berada di lingkungan kerja. "Para bos wanita ini tidak harus jadi laki-laki ketika memimpin. Sifat-sifat maskulin-feminin ini justru harus diseimbangkan, dan inilah kelebihan wanita ketimbang pria. Mereka harus pandai-pandai membaca situasi kapan harus menampilkan sifat feminin dan kapan sifat maskulin harus ditonjolkan," tuturnya. "Sifat-sifat maskulin seperti tahan banting, tegas, committed bisa ditunjukkan dengan bersedia menuntaskan pekerjaa, meski keluarga menanti di rumah, sebab ini adalah kerja tim dan dia pemimpinnya," lanjutnya. Sifat-sifat ini perlu ditampilkan tertutama ketika sedang mengejar target. Sementara sisi feminin, menurutnya, baru ditunjukkan ketika harus membimbing karyawan.
Bagaimanapun, mengemban tanggung jawab untuk memimpin memang tidak mudah. Cherry menyarankan tiga hal yang harus diupayakan para wanita pimpinan untuk mengelola stres agar tidak berdampak buruk bagi profesionalitas dan kehidupan pribadi mereka. "Berusahalah untuk enjoy dengan tanggung jawab yang Anda emban, termasuk ketika harus menghadapi tantangan kerja yang lebih berat. Upayakan untuk tetap santai dan fleksibel ketika menampilkan sikap feminin dan maskulin di kantor, karena secara kodrati Anda tetap seorang wanita. Dan jangan lupa untuk tetap mempertahankan komunikasi dengan pasangan di rumah. Ini penting, karena pasangan Anda telah mendukung Anda hingga mencapai posisi ini. Sesekali mintalah pendapat atau nasihat dari pasangan soal pekerjaan Anda di kantor, agar pasangan merasa tetap dihormati sebagai suami. Sehingga kehidupan Anda di kantor dan di rumah tetap seimbang."
Mardyana Ulva