
Dari bank lalu ke dunia fashion. Pernah membayangkan sebelumnya?
"Sebenarnya saya berhenti bekerja setelah 13 tahun di perbankan karena kepepet. Dunia perbankan adalah passion saya. Namun, masalah domestik membuat saya harus menjadi orang tua tunggal yang bisa membagi waktu untuk keluarga dan pekerjaan. Bekerja di bank kurang bisa mengakomodir kebutuhan orang tua tunggal seperti saya, karena kadang-kadang di akhir pekan pun masih ada acara bersama nasabah. Jadi, tentu saja tidak pernah terpikir kalau sekarang jadi desainer. Hahaha."
Desainer itu profesi kebetulan?
"Begini, saya suka sekali koleksi tas dan memang saya suka batik dari kecil. Bahkan, ketika saya berhenti bekerja saya masih mau membeli tas seharga dua puluh lima juta. Tapi, untungnya saya berpikir dua kali. Daripada dua puluh lima juta rupiah saya hilang untuk beli tas lebih baik ada uang dua puluh lima juta di tas saya. Nah, saya akhirnya pesan tas dengan bahan batik dari teman saya. Dulu kan susah ya mencari tas batik dengan model modern dan keren. Jadi, ketika tas pesanan saya selesai langsung saya posting di facebook. Eh….banyak yang minta dibuatkan."
Kenapa memilih wastra Indonesia sebagai bahan utama produk Anda?
"Saya gemas melihat orang membeli tas merek luar negri di mal seperti membeli kacang goreng. Sementara kita memiliki wastra yang sangat indah, bahan kulit yang berkualitas tapi tergila-gila dengan brand luar. Sayangnya, kebanyakan desain pengerjaan produk lokal memang masih so so."
Bermula dari ketidaksengajaan mengunggah tas miliknya di tahun 2009, Novita langsung kebanjiran pesanan dari teman-temannya. Sejak saat itu, Novita mencoba berbisnis tas dengan bahan kain batik. Penjualan pertamanya dilakukan via Facebook. Mengejutkan, pesanan yang ia terima bisa mencapai sepuluh tas dalam seminggu pada tahun itu. Sedangkan, workshop temannya hanya sanggup dua sampai tiga tas seminggu. Sebagai mantan banker yang biasa menangani priority customer, ia tak ingin pelanggannya menunggu terlalu lama. Sejak saat itu, ia langsung bergerak membuat workshop sendiri yang dimulai dari garasi rumahnya dan akhirnya mencari pengrajin lokal di berbagai daerah.
Setelah Anda berani berdiri sendiri bagaimana kondisi bisnis Anda?
"Selama empat bulan saya berjualan di facebook. Bayangkan saja, saya baru mengunggah lima puluh tas di facebook dalam sepuluh menit langsung terjual. Melihat respon pasar seperti itu saya beranikan membuka butik. Kalau dulu saya hunting perajin lokal, sekarang saya sudah memiliki banyak prajin lokal menyetor produknya. Biasanya juga saya memesan kain sesuai kebutuhan warna desain saya. Saat ini saya mempunyai tujuh UKM binaan, yaitu dua di Jakarta, satu di Tajur, tiga di Bandung, dan satu di Surabaya."
"Sebenarnya saya berhenti bekerja setelah 13 tahun di perbankan karena kepepet. Dunia perbankan adalah passion saya. Namun, masalah domestik membuat saya harus menjadi orang tua tunggal yang bisa membagi waktu untuk keluarga dan pekerjaan. Bekerja di bank kurang bisa mengakomodir kebutuhan orang tua tunggal seperti saya, karena kadang-kadang di akhir pekan pun masih ada acara bersama nasabah. Jadi, tentu saja tidak pernah terpikir kalau sekarang jadi desainer. Hahaha."
Desainer itu profesi kebetulan?
"Begini, saya suka sekali koleksi tas dan memang saya suka batik dari kecil. Bahkan, ketika saya berhenti bekerja saya masih mau membeli tas seharga dua puluh lima juta. Tapi, untungnya saya berpikir dua kali. Daripada dua puluh lima juta rupiah saya hilang untuk beli tas lebih baik ada uang dua puluh lima juta di tas saya. Nah, saya akhirnya pesan tas dengan bahan batik dari teman saya. Dulu kan susah ya mencari tas batik dengan model modern dan keren. Jadi, ketika tas pesanan saya selesai langsung saya posting di facebook. Eh….banyak yang minta dibuatkan."
Kenapa memilih wastra Indonesia sebagai bahan utama produk Anda?
"Saya gemas melihat orang membeli tas merek luar negri di mal seperti membeli kacang goreng. Sementara kita memiliki wastra yang sangat indah, bahan kulit yang berkualitas tapi tergila-gila dengan brand luar. Sayangnya, kebanyakan desain pengerjaan produk lokal memang masih so so."
Bermula dari ketidaksengajaan mengunggah tas miliknya di tahun 2009, Novita langsung kebanjiran pesanan dari teman-temannya. Sejak saat itu, Novita mencoba berbisnis tas dengan bahan kain batik. Penjualan pertamanya dilakukan via Facebook. Mengejutkan, pesanan yang ia terima bisa mencapai sepuluh tas dalam seminggu pada tahun itu. Sedangkan, workshop temannya hanya sanggup dua sampai tiga tas seminggu. Sebagai mantan banker yang biasa menangani priority customer, ia tak ingin pelanggannya menunggu terlalu lama. Sejak saat itu, ia langsung bergerak membuat workshop sendiri yang dimulai dari garasi rumahnya dan akhirnya mencari pengrajin lokal di berbagai daerah.
Setelah Anda berani berdiri sendiri bagaimana kondisi bisnis Anda?
"Selama empat bulan saya berjualan di facebook. Bayangkan saja, saya baru mengunggah lima puluh tas di facebook dalam sepuluh menit langsung terjual. Melihat respon pasar seperti itu saya beranikan membuka butik. Kalau dulu saya hunting perajin lokal, sekarang saya sudah memiliki banyak prajin lokal menyetor produknya. Biasanya juga saya memesan kain sesuai kebutuhan warna desain saya. Saat ini saya mempunyai tujuh UKM binaan, yaitu dua di Jakarta, satu di Tajur, tiga di Bandung, dan satu di Surabaya."
Monika Erika