
Nonita Respati adalah pendiri dan desainer Purana. Jika Anda berminat berbisnis fashion dengan mengelola kain tradisional, kisah Nonita berikut ini bisa jadi inspirasi:
Seumur hidup bersama kain Nusantara
Mata saya tidak pernah istirahat dari batik dan kain tradisional Nusantara sejak kecil. Ibu, seorang kolektor batik, adalah yang memperkenalkan saya batik dari kecil. Ditambah lagi keluarga kami dulu memiliki pabrik batik. Saya juga banyak diwarisi kain batik dari Eyang Putri dan ibu saya. Saya merasa memiliki kedekatan yang lebih dengan batik. Nasib akhirnya menggiring saya pada profesi ini. Setelah dewasa saya berkarier di tiga majalah gaya hidup sebagai fashion editor dan semakin mengenal berbagai macam kain dan dunia fashion. Hingga suatu saat usaha keluarga saya bermasalah. Saat itu saya mengundurkan diri dari pekerjaan untuk melanjutkan usaha keluarga, sekaligus memantapkan diri untuk mengurus Purana. Selama masih bekerja, sata merintis berdirinya Purana. Sesuatu yang saya sukai, karena saya ingin membuat karya dengan produk yang sudah saya kenal, yaitu kain batik.
Filosofi masa lalu
Ketika mendirikan Purana -berarti masa lalu- tahun 2008, saya bertekad mengambil nama brand dari bahasa Sanskerta. Maklum, saya tergila-gila dengan bahasa kuno ini. Saat menemukan nama Purana saya merasakan ada benang merah dengan produk saya. Sebab, saya ingin mengolah warisan budaya, yaitu kain tradisional yang sudah ada di Indonesia namun memiliki sisi edgy dan modern. Oleh karena itu, saya bertekad untuk terus bekerjasama dengan para perajin lokal untuk menghasilkan kain jumputan, tie dye, batik, dan tenun. Penggabungan ide-ide Purana dan skill para perajin lokal ini saya anggap sebagai ciri khas Purana. Saat ini saya memiliki workshop di Godean, Yogyakarta. Tekad saya adalah suka dan berani bereksperimen di material kain blacu dan ATBM dengan motif dan warna. Saya anggap ini salah satu kekuatan Purana. Sebab, inspirasi datang dari mana saja. Seperti ketika saya melihat sofa kuno, atau ketika saya menyelam di bawah laut dan melihat perpaduan warna ikan dan tumbuh tumbuhan. Warna-warna ini saya aplikasikan dalam motif dan gaya yang retro namun tetap modern serta mengikuti tren.
Unik dan marketable
Purana harus mengikuti tren agar masyarakat tidak bosan. Sementara untuk cutting, saya selalu berusaha menghasilkan busana yang dapat membuat pemakainya merasa nyaman. Koleksi Purana harus dapat dikenakan oleh para wanita dari pagi hingga malam hari. Itulah yang menjadi pekerjaan kami, yaitu bagaimana membuat potongan pakaian yang nyaman saat dikenakan sepanjang hari. Koleksi-koleksi tersebut saya ciptakan bersama perajin di Godean, 12 orang penjahit, serta tukang pola di rumah saya. Sebelum sebesar ini, saya memulai Purana hanya dengan satu penjahit dan satu tukang pola yang bekerja di ruang tamu di rumah saya. Memperkenalkan dua puluh hingga tiga puluh koleksi awal pun saya hanya mengundang teman-teman untuk minum teh di rumah. Awalnya sempat pusing tujuh keliling saat harus meminta para perajin senior untuk membuat motif modern atau motif khas Purana. Ternyata kemampuan mereka luar biasa. Akhirnya saya bekerja sama dengan para perajin senior tersebut saat membuat motif kain klasik atau membuat kain untuk seragam. Untuk pemenuhan idealisme Purana, saya bekerja sama dengan perajin muda yang sangat kompeten dan terbuka pada hal-hal baru.
The next big thing
Selain memproduksi koleksi untuk pelanggan Purana yang sudah sampai Kalimantan dan daerah-daerah lain di Indonesia, saya juga menyuplai kain motif batik untuk seragam di beberapa perusahaan, mal di Solo, dan hotel di Yogyakarta. Meski sudah enam tahun dan mulai banyak dikenal orang, bagi saya pencapaian terbesar adalah ketika Purana bisa menggaji perajin tradisional dan membiayai sekolah anak-anak mereka. Namun, bila bicara secara bisnis fashion, pencapaian terbesar adalah saat saya menggelar show di Jakarta Fashion Week dua tahun silam dan mendapat buyer dari Singapura. Tahun 2014, selain di rumah saya, Purana juga memiliki show room di salah satu mal besar di Jakarta. Juga akan segera merilis webstore agar pelanggan kami dapat berbelanja via online dari banyak tempat.
Seumur hidup bersama kain Nusantara
Mata saya tidak pernah istirahat dari batik dan kain tradisional Nusantara sejak kecil. Ibu, seorang kolektor batik, adalah yang memperkenalkan saya batik dari kecil. Ditambah lagi keluarga kami dulu memiliki pabrik batik. Saya juga banyak diwarisi kain batik dari Eyang Putri dan ibu saya. Saya merasa memiliki kedekatan yang lebih dengan batik. Nasib akhirnya menggiring saya pada profesi ini. Setelah dewasa saya berkarier di tiga majalah gaya hidup sebagai fashion editor dan semakin mengenal berbagai macam kain dan dunia fashion. Hingga suatu saat usaha keluarga saya bermasalah. Saat itu saya mengundurkan diri dari pekerjaan untuk melanjutkan usaha keluarga, sekaligus memantapkan diri untuk mengurus Purana. Selama masih bekerja, sata merintis berdirinya Purana. Sesuatu yang saya sukai, karena saya ingin membuat karya dengan produk yang sudah saya kenal, yaitu kain batik.
Filosofi masa lalu
Ketika mendirikan Purana -berarti masa lalu- tahun 2008, saya bertekad mengambil nama brand dari bahasa Sanskerta. Maklum, saya tergila-gila dengan bahasa kuno ini. Saat menemukan nama Purana saya merasakan ada benang merah dengan produk saya. Sebab, saya ingin mengolah warisan budaya, yaitu kain tradisional yang sudah ada di Indonesia namun memiliki sisi edgy dan modern. Oleh karena itu, saya bertekad untuk terus bekerjasama dengan para perajin lokal untuk menghasilkan kain jumputan, tie dye, batik, dan tenun. Penggabungan ide-ide Purana dan skill para perajin lokal ini saya anggap sebagai ciri khas Purana. Saat ini saya memiliki workshop di Godean, Yogyakarta. Tekad saya adalah suka dan berani bereksperimen di material kain blacu dan ATBM dengan motif dan warna. Saya anggap ini salah satu kekuatan Purana. Sebab, inspirasi datang dari mana saja. Seperti ketika saya melihat sofa kuno, atau ketika saya menyelam di bawah laut dan melihat perpaduan warna ikan dan tumbuh tumbuhan. Warna-warna ini saya aplikasikan dalam motif dan gaya yang retro namun tetap modern serta mengikuti tren.
Unik dan marketable
Purana harus mengikuti tren agar masyarakat tidak bosan. Sementara untuk cutting, saya selalu berusaha menghasilkan busana yang dapat membuat pemakainya merasa nyaman. Koleksi Purana harus dapat dikenakan oleh para wanita dari pagi hingga malam hari. Itulah yang menjadi pekerjaan kami, yaitu bagaimana membuat potongan pakaian yang nyaman saat dikenakan sepanjang hari. Koleksi-koleksi tersebut saya ciptakan bersama perajin di Godean, 12 orang penjahit, serta tukang pola di rumah saya. Sebelum sebesar ini, saya memulai Purana hanya dengan satu penjahit dan satu tukang pola yang bekerja di ruang tamu di rumah saya. Memperkenalkan dua puluh hingga tiga puluh koleksi awal pun saya hanya mengundang teman-teman untuk minum teh di rumah. Awalnya sempat pusing tujuh keliling saat harus meminta para perajin senior untuk membuat motif modern atau motif khas Purana. Ternyata kemampuan mereka luar biasa. Akhirnya saya bekerja sama dengan para perajin senior tersebut saat membuat motif kain klasik atau membuat kain untuk seragam. Untuk pemenuhan idealisme Purana, saya bekerja sama dengan perajin muda yang sangat kompeten dan terbuka pada hal-hal baru.
The next big thing
Selain memproduksi koleksi untuk pelanggan Purana yang sudah sampai Kalimantan dan daerah-daerah lain di Indonesia, saya juga menyuplai kain motif batik untuk seragam di beberapa perusahaan, mal di Solo, dan hotel di Yogyakarta. Meski sudah enam tahun dan mulai banyak dikenal orang, bagi saya pencapaian terbesar adalah ketika Purana bisa menggaji perajin tradisional dan membiayai sekolah anak-anak mereka. Namun, bila bicara secara bisnis fashion, pencapaian terbesar adalah saat saya menggelar show di Jakarta Fashion Week dua tahun silam dan mendapat buyer dari Singapura. Tahun 2014, selain di rumah saya, Purana juga memiliki show room di salah satu mal besar di Jakarta. Juga akan segera merilis webstore agar pelanggan kami dapat berbelanja via online dari banyak tempat.
Teks: Monika Erika
Foto: Adelli Arifin, Peter F. Momor
Pengarah gaya: Ardyna Sinaga
Busana: Purana
Tatarias wajah dan rambut: Jamillah