
Suara-suara negatif dari dalam diri kita yang menghalangi niat kita untuk melakukan sesuatu yang baik biasa disebut sebagai self-sabotage. Banyak hal hebat batal kita lakukan hanya karena terhalang oleh pikiran-pikiran negatif yang menyabot kita.
Self-sabotage dimulai ketika kita salah fokus. Antara lain ketika kita hanya berpikir "tidak bisa","Saya belum siap melakukan","Salah kalau saya lakukan"," atau "Tak perlu dilakukan." Hal ini membuat kita sulit melakukan yang seharusnya kita lakukan, dan akhirnya hanya jalan di tempat. Untuk menghindar dari sabotase ini, cobalah mengubah fokus kita menjadi "Harus dicoba" atau "Lebih baik dilakukan."
Bentuk lain dari self-sabotage adalah selalu dipenuhi rasa khawatir dan takut. Kita sering takut pada hal-hal yang belum dicoba, atau pada akibat buruk yang belum tentu terjadi. Ibaratnya kita mengkhayalkan wujud hantu, lalu kita takut pada khayalan kita sendiri.
Gemar membandingkan diri dengan orang lain juga merupakan bentuk self-sabotage. Apakah kita merasa lebih baik ketika membandingkan diri kita dengan orang lain? Nyatanya justru sebaliknya, kita justru merasa terpuruk, bingung, dan kehilangan motivasi, karena kita biasanya lebih suka membandingkan diri dengan orang-orang yang jauh lebih hebat dari kita. Berhentilah membandingkan diri dan berfokus pada diri sendiri. Tuliskan lima kelebihan diri Anda, sehingga Anda bisa belajar menghargai diri sendiri apa adanya.
Tanda lain dari self-sabotage adalah selalu terpaku pada masa lalu. Kita memang tidak dapat mengubah masa lalu, tetapi kita tidak perlu tinggal di masa lalu. Kegagalan di masa lalu justru bisa jadi titik tolak untuk bergerak maju. Kalau dulu kita pernah ditipu sahabat hingga modal usaha kita amblas, maukah kita memafkannya sekarang? Dan setelah itu kita menarik hikmah bahwa kita justru mencapai keberhasilan yang sekarang setelah melewati banyak kegagalan?
Self-sabotage bisa terbentuk pada masa kecil. Misalnya, jika sewaktu kecil kita sering ditolak, maka kita pun mengembangkan perasaan tidak aman setiap kali menjalin relasi dengan orang lain. Tapi sejalan dengan berkembangnya kemampuan berpikir, biasanya pikiran dan perasaan itu akan hilang. Namun bisa jadi tidak semua energi negatif itu hilang. Sebagian tetap bertahan di dalam dan siap menyabotase langkah kita untuk maju. Langkah hidup kita juga ditentukan oleh pengalaman-pengalaman baru, yang baik maupun buruk. Pengalaman buruk juga ikut membentuk pemikiran perilaku kita. Kita jadi gemar menciptakan berbagai hambatan tak penting bagi diri sendiri.
Agar kita tidak hanya sibuk mencari kambing hitam untuk semua kegagalan kita, diperlukan usaha untuk keluar dari segala bentuk self-sabotage. Berani menghadapi masa lalu merupakan bagian penting dalam proses itu. Begitu kita mengenali hadirnya pikiran negatif yang menyabot kita, segera kita sadar dan secepatnya mengubahnya ke arah yang positif. Bukankah manusia adalah makhluk adaptif sekaligus powerful untuk mengendalikan hidupnya sendiri? Bebas dari self-sabotage bukan hanya membuat kita lebih mantap melangkah ke depan, tapi juga membuat kita lebih mudah memaafkan diri sendiri dan orang lain, serta berdamai dengan masa lalu.
Immanuella Rachmani