
Kenapa Anda makin mudah naik pitam? Apakah kehidupan modern terlalu hiruk pikuk bagi Anda? Atau ada sesuatu yang salah dengan diri Anda sendiri? Tenang, Anda hanya manusia biasa, kok. Lagipula, sebagaimana disimpulkan oleh Katherine Ellison, jurnalis dan penulis tiga buku yang menaruh minat besar pada psikologi, masih ada harapan untuk memperbaiki diri. Antara lain dengan rutin berlatih meditasi.
Ilmu pengetahuan & ajaran agama
Meditasi awalnya adalah salah satu praktik ajaran Buddha. Disadari atau tidak, dengan rajin bermeditasi para pendeta Buddha menjadi piawai melatih otak mereka. Dengan menggunakan teknologi mental yang telah berusia 2500 tahun itu – yaitu memerhatikan kerja otak sendiri – mereka mengembangkan keahlian mengendalikan mental dan menghindari lonjakan emosi, selain membuka jalan ke arah ketenangan, welas asih, dan kegembiraan.
Meditasi dapat mengubah apa yang kita anggap sebagai karakter khas diri kita, misalnya pencemas atau pemarah. Orang-orang yang bermeditasi secara teratur menemukan kenyataan bahwa perasaan adalah peristiwa-peristiwa yang muncul di dalam pikiran seperti gelembung udara yang muncul dari dasar ketel air mendidih. “Dengan bermeditasi, kita belajar untuk mengabaikan emosi-emosi negatif, sehingga lebih mudah melepaskannya,” kata Ricard Davidson, neuroscientist dari Universitas Wisconsin di Madison, Amerika Serikat.
‘Mengolah’ diri sendiri
Saat ini diperkirakan sekitar 10.000 orang Amerika mempraktikkan meditasi. Di antara sekian banyak tradisi spiritual, ajaran Buddha ini dianggap unik, karena menekankan psikologi. Intinya menganjurkan para pengikutnya untuk meluruhkan penderitaan dan menemukan kebahagiaan. Konsep utamanya adalah pengembangan diri sendiri, yang melibatkan bhavana – kata Sansekerta yang diterjemahkan menjadi meditasi – yang arti sesungguhnya adalah mengolah – seperti dalam ‘mengolah kebun’.
“Dengan bermeditasi kita berhenti selalu memproyeksikan diri ke luar. Kita mulai melihat ke dalam dan memperhatikan cara kerja pikiran sendiri, dan lambat laun itu akan mengubah pikiran kita,” kata Matthieu Ricard, seorang pendeta Buddha, ilmuwan, dan penerjemah Dalai Lama untuk bahasa Prancis.
Suatu penelitian di Massachussets General Hospital juga menemukan bahwa bermeditasi 40 menit setiap hari akan mempertebal bagian-bagian otak yang terlibat dalam kemampuan berkonsentrasi dan memproses daya sensor. Dalam suatu penelitian awal di Universitas California, para peneliti menemukan bahwa para guru yang dilatih bermeditasi tak sampai 30 menit dalam sehari, suasana hatinya membaik tak ubahnya seperti menelan obat antidepresi.
Bagaimana cara mengendalikan marah yang efektif?
Simak artikel lengkapnya di Majalah Pesona Edisi Maret 2013!
Ilmu pengetahuan & ajaran agama
Meditasi awalnya adalah salah satu praktik ajaran Buddha. Disadari atau tidak, dengan rajin bermeditasi para pendeta Buddha menjadi piawai melatih otak mereka. Dengan menggunakan teknologi mental yang telah berusia 2500 tahun itu – yaitu memerhatikan kerja otak sendiri – mereka mengembangkan keahlian mengendalikan mental dan menghindari lonjakan emosi, selain membuka jalan ke arah ketenangan, welas asih, dan kegembiraan.
Meditasi dapat mengubah apa yang kita anggap sebagai karakter khas diri kita, misalnya pencemas atau pemarah. Orang-orang yang bermeditasi secara teratur menemukan kenyataan bahwa perasaan adalah peristiwa-peristiwa yang muncul di dalam pikiran seperti gelembung udara yang muncul dari dasar ketel air mendidih. “Dengan bermeditasi, kita belajar untuk mengabaikan emosi-emosi negatif, sehingga lebih mudah melepaskannya,” kata Ricard Davidson, neuroscientist dari Universitas Wisconsin di Madison, Amerika Serikat.
‘Mengolah’ diri sendiri
Saat ini diperkirakan sekitar 10.000 orang Amerika mempraktikkan meditasi. Di antara sekian banyak tradisi spiritual, ajaran Buddha ini dianggap unik, karena menekankan psikologi. Intinya menganjurkan para pengikutnya untuk meluruhkan penderitaan dan menemukan kebahagiaan. Konsep utamanya adalah pengembangan diri sendiri, yang melibatkan bhavana – kata Sansekerta yang diterjemahkan menjadi meditasi – yang arti sesungguhnya adalah mengolah – seperti dalam ‘mengolah kebun’.
“Dengan bermeditasi kita berhenti selalu memproyeksikan diri ke luar. Kita mulai melihat ke dalam dan memperhatikan cara kerja pikiran sendiri, dan lambat laun itu akan mengubah pikiran kita,” kata Matthieu Ricard, seorang pendeta Buddha, ilmuwan, dan penerjemah Dalai Lama untuk bahasa Prancis.
Suatu penelitian di Massachussets General Hospital juga menemukan bahwa bermeditasi 40 menit setiap hari akan mempertebal bagian-bagian otak yang terlibat dalam kemampuan berkonsentrasi dan memproses daya sensor. Dalam suatu penelitian awal di Universitas California, para peneliti menemukan bahwa para guru yang dilatih bermeditasi tak sampai 30 menit dalam sehari, suasana hatinya membaik tak ubahnya seperti menelan obat antidepresi.
Bagaimana cara mengendalikan marah yang efektif?
Simak artikel lengkapnya di Majalah Pesona Edisi Maret 2013!