
Kalau ditanya “Apa sih sukses itu?“ mungkin jawaban Anda saat ini akan berbeda dengan 10 atau 20 tahun lalu. Jawaban Anda juga berbeda ketika Anda lajang dengan setelah menikah dan punya anak. Ada yang menyebut sukses dari pencapaian posisi karier yang tinggi, memiliki rumah atau mobil mewah, atau jumlah koleksi barang ‘branded’. Sebenarnya semua itu sah-sah saja. Tetapi pertanyaannya: apakah itu cukup membahagiakan Anda?
“Sukses itu sifatnya personal, karena setiap orang punya pengalaman dan penghayatan hidup yang berbeda-beda,” begitu kata Okky Asokawati, psikolog, mantan model yang kini menjadi wakil rakyat itu. Dalam teori psikologi perkembangan Hurlock, setiap tahapan usia memiliki tugas dan tantangan tersendiri. Jika kita berhasil melalui tugas tersebut, maka kita akan sukses sebagai pribadi yang seutuhnya.
Ketika seseorang memasuki usia dewasa muda (awal 20 tahun – 35 tahun), tugas yang harus dilalui adalah merintis karier. Di usia ini, kata Okky, kita merasa sukses ketika semakin banyak tepuk tangan ditujukan kepada prestasi dan apa yang kita miliki: baik itu materi, jabatan, dan popularitas. “Di usia 20-an, saya sibuk mengejar ‘ke-akuan’ saya. Ingin punya teman banyak, ingin dianggap smart, dan ingin memperoleh karier yang tinggi sesuai cita-cita,” ungkap Shopia Aradhu, finance manager di sebuah perusahaan forwarder multinasional.
Selain karier, tugas perkembangan kita di tahapan usia ini adalah membina keluarga. Di sini fokus hidup kita mulai meluas, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi mulai berorientasi pada orang lain. Kesuksesan pun dinilai dari bagaimana kita menjalankan peran sebagai istri atau ibu. “Di usia 33 tahun, hidup saya terasa lengkap ketika berhasil mencapai posisi Manager di perusahaan telekomunikasi terkemuka di Indonesia dan melahirkan bayi perempuan (karena anak sulung saya laki laki). Di saat itulah saya merasa sukses sebagai individu dan sebagai perempuan seutuhnya,” aku Ratna Dwipayanti, PR Consultant.
Safrina (40), merasakan kebahagiaan seutuhnya ketika ia melepas kariernya di dunia IT untuk menjalani bisnis online. “Saya memiliki kebebasan waktu dan finansial untuk membahagiakan orang-orang yang saya cintai, serta membantu sebanyak-banyaknya orang (khususnya perempuan) untuk mengubah hidup menjadi lebih baik.” Menurutnya, perempuan seharusnya bisa memaksimalkan potensi tanpa mengesampingkan perannya di keluarga. Dengan begitu, mereka bebas memilih apapun yang diinginkannya agar bisa bahagia --apakah dengan bekerja di kantor, bekerja di rumah atau mau full time sebagai ibu rumah tangga.
“Sukses itu sifatnya personal, karena setiap orang punya pengalaman dan penghayatan hidup yang berbeda-beda,” begitu kata Okky Asokawati, psikolog, mantan model yang kini menjadi wakil rakyat itu. Dalam teori psikologi perkembangan Hurlock, setiap tahapan usia memiliki tugas dan tantangan tersendiri. Jika kita berhasil melalui tugas tersebut, maka kita akan sukses sebagai pribadi yang seutuhnya.
Ketika seseorang memasuki usia dewasa muda (awal 20 tahun – 35 tahun), tugas yang harus dilalui adalah merintis karier. Di usia ini, kata Okky, kita merasa sukses ketika semakin banyak tepuk tangan ditujukan kepada prestasi dan apa yang kita miliki: baik itu materi, jabatan, dan popularitas. “Di usia 20-an, saya sibuk mengejar ‘ke-akuan’ saya. Ingin punya teman banyak, ingin dianggap smart, dan ingin memperoleh karier yang tinggi sesuai cita-cita,” ungkap Shopia Aradhu, finance manager di sebuah perusahaan forwarder multinasional.
Selain karier, tugas perkembangan kita di tahapan usia ini adalah membina keluarga. Di sini fokus hidup kita mulai meluas, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi mulai berorientasi pada orang lain. Kesuksesan pun dinilai dari bagaimana kita menjalankan peran sebagai istri atau ibu. “Di usia 33 tahun, hidup saya terasa lengkap ketika berhasil mencapai posisi Manager di perusahaan telekomunikasi terkemuka di Indonesia dan melahirkan bayi perempuan (karena anak sulung saya laki laki). Di saat itulah saya merasa sukses sebagai individu dan sebagai perempuan seutuhnya,” aku Ratna Dwipayanti, PR Consultant.
Safrina (40), merasakan kebahagiaan seutuhnya ketika ia melepas kariernya di dunia IT untuk menjalani bisnis online. “Saya memiliki kebebasan waktu dan finansial untuk membahagiakan orang-orang yang saya cintai, serta membantu sebanyak-banyaknya orang (khususnya perempuan) untuk mengubah hidup menjadi lebih baik.” Menurutnya, perempuan seharusnya bisa memaksimalkan potensi tanpa mengesampingkan perannya di keluarga. Dengan begitu, mereka bebas memilih apapun yang diinginkannya agar bisa bahagia --apakah dengan bekerja di kantor, bekerja di rumah atau mau full time sebagai ibu rumah tangga.
Shinta Kusuma