
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bila bermaksud menanam investasi dalam bentuk emas. Hal pertama dan paling penting adalah jenis produk yang dibeli. Produk emas yang dijadikan investasi adalah jenis logam mulia dalam bentuk koin atau emas batangan.
Seperti diketahui, logam mulia selalu dilengkapi dengan sertifikat. Jika Anda ditawari logam mulia dan penjualnya tidak bisa menunjukkan sertifikatnya, berarti keabsahan logam mulia tersebut diragukan, dan karena itu harus dihindari, sebab ada kemungkinan palsu atau hasil curian.
Logam mulia dalam bentuk koin atau batangan biasanya memiliki kadar 22% atau 24% atau dalam persentase adalah 95% dan 99%. Bila benar-benar dimaksudkan untuk investasi, sebaiknya Anda menghindari membeli emas dalam bentuk perhiasan. Sebab, pembeli harus membayar harga emas plus ongkos pembuatannya yang bisa mencapai 20%-30% dari harga emasnya (tergantung rumitnya desain). Jadi, ketika Anda ingin menjualnya lagi kelak, pihak toko emas hanya akan membayar harga emasnya saja (tak jarang harganya pun turun kalau perhiasan dalam kondisi rusak, misalnya rantai kalung putus). Hal itu berarti harga emas Anda akan berkurang banyak dibanding saat membeli. Sementara emas dalam bentuk koin dan batangan nilainya mengikuti standar internasional, dan update harganya bisa dipantau lewat internet.
Selain bentuk emas yang dibeli, cara membelinya pun bermacam-macam, yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan:
Membeli dengan cara konvensional
Yaitu Anda membeli jumlah gram sesuai dengan uang yang Anda miliki. Misalnya, harga emas 24 karat sekarang Rp 400 ribu per gram. Bila Anda memiliki modal Rp 10 juta, maka Anda bisa membeli logam mulia itu sebanyak 25 gram. Sistem beli putus ini hanya menyisakan pe-er berupa cara penyimpanannya saja. Pastikan tempat untuk menyimpan aman. Jika keamanan di rumah kurang memadai, sebaiknya Anda menyewa safe deposit box (SDB) di bank. Biaya penyewaan SDB terlalu tinggi dan Anda bisa menyimpan beberapa barang berharga lainnya dalam satu boks.
Membeli dengan skema 'berkebun emas'
Cara ini mengharuskan Anda memiliki modal yang cukup besar, karena Anda setidaknya harus membeli emas sebanyak lima kali. Sebagai contoh, Anda membeli emas 25 gram seharga Rp 10 juta. Setelah itu, emas digadaikan. Hasil gadai yang biasanya mencapai 60%-80% dari harga emas yang digadaikan, dibelikan lagi 25 gram. Begitu seterusnya sehingga Anda menggadai empat kali dan membeli emas selama lima kali. Emas kelima inilah yang disimpan untuk kelak menebus emas yang telah digadaikan.
Keuntungan dari sistem beli-gadai ini adalah Anda bisa mendapatkan emas dalam jumlah cukup besar dengan modal tidak penuh. Jika Anda membeli emas langsung 125 gram, maka Anda harus menyediakan uang Rp 75 juta. Sedangkan dengan sistem berkebun emas, modal yang dibutuhkan hanya sekitar separuhnya.
Meski begitu, ada hal yang perlu diingat, yaitu bahwa Anda juga harus membayar biaya penitipan di pegadaian atau di bank syariah, yaitu sekitar Rp 800 ribu per tahun untuk emas 25 gram. Semakin lama menitipkan, berarti semakin besar biaya titipnya. Jika kenaikan harga emas tidak terlalu tinggi, tetap ada risiko rugi dari segi membayar biaya penitipan. Tapi jika harga emas melejit hingga 30%, skema ini sangat menggiurkan.
Cara beli-cicil
Cara ini hanya bisa dilakukan dengan membeli emas di pegadaian. Caranya mirip seperti mengkredit rumah dan kendaraan. Anda harus menyiapkan dana awal 25% dan kemudian mencicilnya. Misalnya saja, harga emas yang dibeli Rp 10 juta, maka Anda harus menyiapkan dana Rp 2,5 juta rupiah plus biaya administrasi. Sisanya yang 7,5 juta baru dicicil kemudian dalam jangka waktu 6 atau 12 bulan.
Besaran emas beragam mulai dari 5, 10, hingga 25 gram. Keuntungan dari skema ini, Anda tidak perlu menyiapkan dana penuh, karena bisa dicicil. Selain itu, cicilan pun bersifat flat. Jadi meski terjadi kenaikan harga emas di kemudian hari, cicilan Anda tetap menggunakan harga lama. Selain itu, barang Anda aman dan bebas biaya penitipan sampai lunas.
Seperti diketahui, logam mulia selalu dilengkapi dengan sertifikat. Jika Anda ditawari logam mulia dan penjualnya tidak bisa menunjukkan sertifikatnya, berarti keabsahan logam mulia tersebut diragukan, dan karena itu harus dihindari, sebab ada kemungkinan palsu atau hasil curian.
Logam mulia dalam bentuk koin atau batangan biasanya memiliki kadar 22% atau 24% atau dalam persentase adalah 95% dan 99%. Bila benar-benar dimaksudkan untuk investasi, sebaiknya Anda menghindari membeli emas dalam bentuk perhiasan. Sebab, pembeli harus membayar harga emas plus ongkos pembuatannya yang bisa mencapai 20%-30% dari harga emasnya (tergantung rumitnya desain). Jadi, ketika Anda ingin menjualnya lagi kelak, pihak toko emas hanya akan membayar harga emasnya saja (tak jarang harganya pun turun kalau perhiasan dalam kondisi rusak, misalnya rantai kalung putus). Hal itu berarti harga emas Anda akan berkurang banyak dibanding saat membeli. Sementara emas dalam bentuk koin dan batangan nilainya mengikuti standar internasional, dan update harganya bisa dipantau lewat internet.
Selain bentuk emas yang dibeli, cara membelinya pun bermacam-macam, yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan:
Membeli dengan cara konvensional
Yaitu Anda membeli jumlah gram sesuai dengan uang yang Anda miliki. Misalnya, harga emas 24 karat sekarang Rp 400 ribu per gram. Bila Anda memiliki modal Rp 10 juta, maka Anda bisa membeli logam mulia itu sebanyak 25 gram. Sistem beli putus ini hanya menyisakan pe-er berupa cara penyimpanannya saja. Pastikan tempat untuk menyimpan aman. Jika keamanan di rumah kurang memadai, sebaiknya Anda menyewa safe deposit box (SDB) di bank. Biaya penyewaan SDB terlalu tinggi dan Anda bisa menyimpan beberapa barang berharga lainnya dalam satu boks.
Membeli dengan skema 'berkebun emas'
Cara ini mengharuskan Anda memiliki modal yang cukup besar, karena Anda setidaknya harus membeli emas sebanyak lima kali. Sebagai contoh, Anda membeli emas 25 gram seharga Rp 10 juta. Setelah itu, emas digadaikan. Hasil gadai yang biasanya mencapai 60%-80% dari harga emas yang digadaikan, dibelikan lagi 25 gram. Begitu seterusnya sehingga Anda menggadai empat kali dan membeli emas selama lima kali. Emas kelima inilah yang disimpan untuk kelak menebus emas yang telah digadaikan.
Keuntungan dari sistem beli-gadai ini adalah Anda bisa mendapatkan emas dalam jumlah cukup besar dengan modal tidak penuh. Jika Anda membeli emas langsung 125 gram, maka Anda harus menyediakan uang Rp 75 juta. Sedangkan dengan sistem berkebun emas, modal yang dibutuhkan hanya sekitar separuhnya.
Meski begitu, ada hal yang perlu diingat, yaitu bahwa Anda juga harus membayar biaya penitipan di pegadaian atau di bank syariah, yaitu sekitar Rp 800 ribu per tahun untuk emas 25 gram. Semakin lama menitipkan, berarti semakin besar biaya titipnya. Jika kenaikan harga emas tidak terlalu tinggi, tetap ada risiko rugi dari segi membayar biaya penitipan. Tapi jika harga emas melejit hingga 30%, skema ini sangat menggiurkan.
Cara beli-cicil
Cara ini hanya bisa dilakukan dengan membeli emas di pegadaian. Caranya mirip seperti mengkredit rumah dan kendaraan. Anda harus menyiapkan dana awal 25% dan kemudian mencicilnya. Misalnya saja, harga emas yang dibeli Rp 10 juta, maka Anda harus menyiapkan dana Rp 2,5 juta rupiah plus biaya administrasi. Sisanya yang 7,5 juta baru dicicil kemudian dalam jangka waktu 6 atau 12 bulan.
Besaran emas beragam mulai dari 5, 10, hingga 25 gram. Keuntungan dari skema ini, Anda tidak perlu menyiapkan dana penuh, karena bisa dicicil. Selain itu, cicilan pun bersifat flat. Jadi meski terjadi kenaikan harga emas di kemudian hari, cicilan Anda tetap menggunakan harga lama. Selain itu, barang Anda aman dan bebas biaya penitipan sampai lunas.