Kecintaan Ria Wulandari, Terry Wijaya Supit, dan Ina Symonds pada perhiasan memperat pertemanan mereka hingga terbit rencana membuat bisnis seputar itu. Mereka memang memiliki selera yang hampir sama soal perhiasaan dan benda-benda fashion lainnya. Dalam perjalanannya, Ria kemudian bertemu dengan sahabat lamanya di SMP Yasmin Wirjawan, yang langsung ia ajak dalam bisnis ini.
Keempat wanita itu sepakat mendirikan Manjusha Nusantara, yang mengkhususkan diri pada pembuatan replika perhiasan asli Indonesia. Modelnya diambil dari buku-buku serta beberapa koleksi pribadi. Bisnis ini, seperti kata Ria, “Seperti punya mainan yang kami sayangi bareng-bareng.”
Untuk mengantisipasi kesalahpahaman di masa datang, mereka berusaha membuat bisnis ini berjalan dengan membuat perjanjian jelas mengenai segala sesuatunya. “Walaupun kami bersahabat, tetapi dalam pengelolaan bisnis ini kami berusaha seprofesional mungkin, kendati tetap fleksibel dan pengertian,” ujar Ria. Mengenai pembagian tugas, mereka mengaku memilih berdasarkan kemampuan masing-masing . Terry bertanggung jawab untuk produksi, Ina mengurus vendor dan marketing, Ria bertanggung jawab atas media dan komunikasi, sementara Yasmin mengelola keuangan dan administrasi. Namun tidak menutup kemungkinan mereka pindah bagian jika ada yang membutuhkan bantuan.
Menanggapi banyak bisnis yang gagal dan merusak pertemanan, Ria mengungkapkan bahwa kunci berbisnis dengan teman adalah toleransi dan saling hormat. “Semua keputusan meeting selalu kami tulis dalam minutes of meeting, sehingga kami semua tahu siapa yang bertanggung jawab terhadap apa. Jadi kalau ada yang missed, kami semua bisa saling mengingatkan,” ia menjelaskan. Jika ada permasalahan yang timbul, mereka berempat selalu mengingat ide awal membuat bisnis ini, yaitu bersenang-senang bersama. Kalau sudah begitu, mereka akan selalu bisa menemukan titik kompromi.
Ke depannya, mereka ingin menjadikan bisnis ini semakin berkembang. “Kami semua punya cita-cita ingin membuat desa Manjusha, di mana ada museum mini yang berisi perhiasan asli Indonesia, ada pengrajin yang membuat replikanya sehingga semua pengunjung bisa melihat proses pembuatannya.” Mereka ingin pengunjung yang datang mengetahui bagaimana rumitnya membuat perhiasan Indonesia itu sehingga mereka mau lebih menghargai hasil karya seniman perhiasan Indonesia.
Keempat wanita itu sepakat mendirikan Manjusha Nusantara, yang mengkhususkan diri pada pembuatan replika perhiasan asli Indonesia. Modelnya diambil dari buku-buku serta beberapa koleksi pribadi. Bisnis ini, seperti kata Ria, “Seperti punya mainan yang kami sayangi bareng-bareng.”
Untuk mengantisipasi kesalahpahaman di masa datang, mereka berusaha membuat bisnis ini berjalan dengan membuat perjanjian jelas mengenai segala sesuatunya. “Walaupun kami bersahabat, tetapi dalam pengelolaan bisnis ini kami berusaha seprofesional mungkin, kendati tetap fleksibel dan pengertian,” ujar Ria. Mengenai pembagian tugas, mereka mengaku memilih berdasarkan kemampuan masing-masing . Terry bertanggung jawab untuk produksi, Ina mengurus vendor dan marketing, Ria bertanggung jawab atas media dan komunikasi, sementara Yasmin mengelola keuangan dan administrasi. Namun tidak menutup kemungkinan mereka pindah bagian jika ada yang membutuhkan bantuan.
Menanggapi banyak bisnis yang gagal dan merusak pertemanan, Ria mengungkapkan bahwa kunci berbisnis dengan teman adalah toleransi dan saling hormat. “Semua keputusan meeting selalu kami tulis dalam minutes of meeting, sehingga kami semua tahu siapa yang bertanggung jawab terhadap apa. Jadi kalau ada yang missed, kami semua bisa saling mengingatkan,” ia menjelaskan. Jika ada permasalahan yang timbul, mereka berempat selalu mengingat ide awal membuat bisnis ini, yaitu bersenang-senang bersama. Kalau sudah begitu, mereka akan selalu bisa menemukan titik kompromi.
Ke depannya, mereka ingin menjadikan bisnis ini semakin berkembang. “Kami semua punya cita-cita ingin membuat desa Manjusha, di mana ada museum mini yang berisi perhiasan asli Indonesia, ada pengrajin yang membuat replikanya sehingga semua pengunjung bisa melihat proses pembuatannya.” Mereka ingin pengunjung yang datang mengetahui bagaimana rumitnya membuat perhiasan Indonesia itu sehingga mereka mau lebih menghargai hasil karya seniman perhiasan Indonesia.
Nofi Triana Firman
Foto: dok. pribadi