
Tidak sopan, tidak patut, tidak manusiawi. Mungkin itulah yang muncul di benak kita bila bermaksud membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kematian kepada orang tua kita yang sudah sepuh. Kok, sepertinya kita mengharapkan agar mereka cepat-cepat meninggal, sementara topik yang satu itu pastinya merupakan hal yang sensitif bagi mereka.
Padahal, cukup sering terjadi peristiwa kematian orang tua menyisakan banyak masalah di belakang, yang bukan saja mengganggu kedamaian ‘tidur panjang’ mereka, tapi juga merepotkan orang-orang yang ditinggalkan.
Apa saja yang harus ditanyakan? Berikut adalah 3 hal yang perlu dibereskan jauh-jauh hari demi kepentingan mereka sendiri dan semua pihak. Bagaimana cara menyampaikannya, tentu diperlukan sensitivitas yang tinggi, plus timing yang tepat. Sebagai anaknya, tentu Andalah yang paling mengenal orang tua Anda, sehingga tahu bagaimana cara menyentuh titik-titik sensitif tersebut tanpa membuat mereka tersinggung, terluka, atau sedih.
Apakah punya utang-piutang yang belum diselesaikan?
Cukup sering terjadi, orang tua kita punya urusan utang-piutang dengan satu atau beberapa orang yang tidak pernah dibicarakan kepada anak-anaknya, bahkan kepada pasangan hidupnya. Apalagi kalau utang-piutang itu berjumlah besar, melibatkan jaminan berupa surat-surat berharga, atau tidak ada ‘hitam di atas putih’-nya.
Kalau orang tua kita berpiutang, apalagi kalau ada surat perjanjiannya, tentu tidak terlalu jadi masalah. Tapi bagaimana kalau mereka justru yang berutang, dan menjadikan rumahnya –atau aset berharga lainnya– sebagai jaminan, sementara tidak ada perjanjian tertulis? Selain bermasalah dari segi hukum, dari sudut agama pun orang yang sudah meninggal biasanya diharapkan agar ‘dibersihkan’ dari urusan utang-piutangnya di dunia, agar arwahnya tenang di alam sana. Jadi kalau ada utang orang tua yang belum dilunasi, anak-anaknya bisa membantu mencarikan solusi.
Bagaimana urusan perbankan, asuransi, dan investasi?
Apakah orang tua Anda punya tabungan, deposito, asuransi kesehatan, asuransi jiwa, atau investasi keuangan yang selama ini tak pernah diberitahukan kepada anak-anaknya? Soalnya, cukup banyak kasus, pihak bank, asuransi, atau pengelola investasi ‘pura-pura’ tidak tahu kalau tidak diberi tahu bahwa klien mereka sudah wafat.
Kalaupun mereka diberi tahu, biasanya akan ada banyak dokumen yang membutuhkan tanda tangan asli dari klien yang bersangkutan untuk mencairkan dana, terutama bila orang tua Anda tidak mencantumkan ahli waris sebagai wali untuk mengurus pencairan dana atau urusan lainnya seandainya yang bersangkutan meninggal dunia. Atau bila ahli waris yang ditunjuk ternyata juga sudah meninggal, tinggal di luar negeri, atau sudah berubah kewarganegaraan. Hal ini harus dibicarakan dan dicarikan solusinya, kalau perlu dicarikan pengacara untuk mengurusnya. Kan sayang kalau berbagai investasi yang sudah mereka usahakan dengan susah payah dan dengan maksud untuk membiayai kesehatan mereka di hari tua, atau untuk diwariskan kepada keturunannya, akhirnya tak bisa dicairkan atau harus melewati sengketa dulu.
Ingin mewariskan harta kepada siapa saja?
Dalam Islam, pembagian harta warisan memang sudah ada ketentuannya, meskipun orang tua tak sempat membaginya selagi masih hidup. Namun, tak semua agama mencantumkan hukum waris, sehingga cukup sering terjadi, gara-gara urusan warisan, sebuah keluarga jadi terpecah-belah, bahkan saling bermusuhan.
Tapi, siapa tahu orang tua sebenarnya memendam keinginan untuk mewariskan sebagian hartanya untuk pihak lain yang bukan darah dagingnya. Misalnya, mewakafkan sebidang tanah milik mereka untuk dijadikan masjid atau rumah yatim piatu. Atau ingin menyisihkan sebagian harta kepada seseorang yang bukan darah daging tapi telah banyak berjasa kepada mereka. Bantulah mereka untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Padahal, cukup sering terjadi peristiwa kematian orang tua menyisakan banyak masalah di belakang, yang bukan saja mengganggu kedamaian ‘tidur panjang’ mereka, tapi juga merepotkan orang-orang yang ditinggalkan.
Apa saja yang harus ditanyakan? Berikut adalah 3 hal yang perlu dibereskan jauh-jauh hari demi kepentingan mereka sendiri dan semua pihak. Bagaimana cara menyampaikannya, tentu diperlukan sensitivitas yang tinggi, plus timing yang tepat. Sebagai anaknya, tentu Andalah yang paling mengenal orang tua Anda, sehingga tahu bagaimana cara menyentuh titik-titik sensitif tersebut tanpa membuat mereka tersinggung, terluka, atau sedih.
Apakah punya utang-piutang yang belum diselesaikan?
Cukup sering terjadi, orang tua kita punya urusan utang-piutang dengan satu atau beberapa orang yang tidak pernah dibicarakan kepada anak-anaknya, bahkan kepada pasangan hidupnya. Apalagi kalau utang-piutang itu berjumlah besar, melibatkan jaminan berupa surat-surat berharga, atau tidak ada ‘hitam di atas putih’-nya.
Kalau orang tua kita berpiutang, apalagi kalau ada surat perjanjiannya, tentu tidak terlalu jadi masalah. Tapi bagaimana kalau mereka justru yang berutang, dan menjadikan rumahnya –atau aset berharga lainnya– sebagai jaminan, sementara tidak ada perjanjian tertulis? Selain bermasalah dari segi hukum, dari sudut agama pun orang yang sudah meninggal biasanya diharapkan agar ‘dibersihkan’ dari urusan utang-piutangnya di dunia, agar arwahnya tenang di alam sana. Jadi kalau ada utang orang tua yang belum dilunasi, anak-anaknya bisa membantu mencarikan solusi.
Bagaimana urusan perbankan, asuransi, dan investasi?
Apakah orang tua Anda punya tabungan, deposito, asuransi kesehatan, asuransi jiwa, atau investasi keuangan yang selama ini tak pernah diberitahukan kepada anak-anaknya? Soalnya, cukup banyak kasus, pihak bank, asuransi, atau pengelola investasi ‘pura-pura’ tidak tahu kalau tidak diberi tahu bahwa klien mereka sudah wafat.
Kalaupun mereka diberi tahu, biasanya akan ada banyak dokumen yang membutuhkan tanda tangan asli dari klien yang bersangkutan untuk mencairkan dana, terutama bila orang tua Anda tidak mencantumkan ahli waris sebagai wali untuk mengurus pencairan dana atau urusan lainnya seandainya yang bersangkutan meninggal dunia. Atau bila ahli waris yang ditunjuk ternyata juga sudah meninggal, tinggal di luar negeri, atau sudah berubah kewarganegaraan. Hal ini harus dibicarakan dan dicarikan solusinya, kalau perlu dicarikan pengacara untuk mengurusnya. Kan sayang kalau berbagai investasi yang sudah mereka usahakan dengan susah payah dan dengan maksud untuk membiayai kesehatan mereka di hari tua, atau untuk diwariskan kepada keturunannya, akhirnya tak bisa dicairkan atau harus melewati sengketa dulu.
Ingin mewariskan harta kepada siapa saja?
Dalam Islam, pembagian harta warisan memang sudah ada ketentuannya, meskipun orang tua tak sempat membaginya selagi masih hidup. Namun, tak semua agama mencantumkan hukum waris, sehingga cukup sering terjadi, gara-gara urusan warisan, sebuah keluarga jadi terpecah-belah, bahkan saling bermusuhan.
Tapi, siapa tahu orang tua sebenarnya memendam keinginan untuk mewariskan sebagian hartanya untuk pihak lain yang bukan darah dagingnya. Misalnya, mewakafkan sebidang tanah milik mereka untuk dijadikan masjid atau rumah yatim piatu. Atau ingin menyisihkan sebagian harta kepada seseorang yang bukan darah daging tapi telah banyak berjasa kepada mereka. Bantulah mereka untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Tina Savitri