
Dalam rangka menyambut hari Kartini pada bulan April 2015, Alun Alun Indonesia mengadakan pameran karya seni batik bertajuk tetes m(alam) di Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta. Pada pameran ini dihadirkan instalasi kain batik karya Agus Ismoyo dan Nia Fliam yang tergabung dalam komunitas batik Red Lotus.
Red Lotus adalah komunitas batik yang terdiri dari seniman, perajin, serta perancang busana batik yang berdomisili Di Yogyakarta. Melalui label Red Lotus hasil karya para seniman yang tergabung dalam komunitas ini dibantu dipasarkan dengan lebih komersial, ‘craft as art’. Seluruh produk Red Lotus melalui proses pembatikan dengan teknik yang cukup rumit dan memerlukan waktu lama dalam pengerjaannya.
Kain dibatik dan diwarnai hingga 10 hingga 20 kali dengan tujuan agar warnanya semakin menyerap ke dalam kain. Pembatikan tersebut juga dilakukan di atas kain sutra dan katun. “Pada hakikatnya batik merupakan proses gabungan antara kesabaran, ketekunan, dan pengerjaan yang pada dasarnya harus dikerjakan dengan hati,” Ujar Nia Fliam.

Salah satu instalasi yang dibuat oleh Nia merupakan penggambaran dari lingkungan dalam bentuk tiga dimensi yang menggunakan kain batik dengan motif alas alasan. Kolaborasi Agus Ismoyo yang merupakan seniman tradisional-kontemporer dan Nia Fliam yang merupakan seniman tekstil kontemporer berkebangsaan Amerika Serikat yang sudah hampir 32 tahun menekuni dunia batik ini bukan pertama kalinya. Keduanya berasal dari studio yang sama yaitu Brahma Tirta Sari, dan telah melakukan pameran di berbagai museum dan galeri seni hampir di seluruh pelosok dunia. Mereka berkomitmen untuk menjelajahi kekayaan seni budaya tradisional Indonesia baik dari segi teknik maupun simbolisme. Selain instalasi seni dan kain –kain batik dengan motif tradisional, terdapat pula hasil kerajinan tangan lainnya seperti tas, kalung, dan gelang.
Red Lotus adalah komunitas batik yang terdiri dari seniman, perajin, serta perancang busana batik yang berdomisili Di Yogyakarta. Melalui label Red Lotus hasil karya para seniman yang tergabung dalam komunitas ini dibantu dipasarkan dengan lebih komersial, ‘craft as art’. Seluruh produk Red Lotus melalui proses pembatikan dengan teknik yang cukup rumit dan memerlukan waktu lama dalam pengerjaannya.
Kain dibatik dan diwarnai hingga 10 hingga 20 kali dengan tujuan agar warnanya semakin menyerap ke dalam kain. Pembatikan tersebut juga dilakukan di atas kain sutra dan katun. “Pada hakikatnya batik merupakan proses gabungan antara kesabaran, ketekunan, dan pengerjaan yang pada dasarnya harus dikerjakan dengan hati,” Ujar Nia Fliam.

Salah satu instalasi yang dibuat oleh Nia merupakan penggambaran dari lingkungan dalam bentuk tiga dimensi yang menggunakan kain batik dengan motif alas alasan. Kolaborasi Agus Ismoyo yang merupakan seniman tradisional-kontemporer dan Nia Fliam yang merupakan seniman tekstil kontemporer berkebangsaan Amerika Serikat yang sudah hampir 32 tahun menekuni dunia batik ini bukan pertama kalinya. Keduanya berasal dari studio yang sama yaitu Brahma Tirta Sari, dan telah melakukan pameran di berbagai museum dan galeri seni hampir di seluruh pelosok dunia. Mereka berkomitmen untuk menjelajahi kekayaan seni budaya tradisional Indonesia baik dari segi teknik maupun simbolisme. Selain instalasi seni dan kain –kain batik dengan motif tradisional, terdapat pula hasil kerajinan tangan lainnya seperti tas, kalung, dan gelang.
Siti H. Hanifiah
Foto: dok. Alun-Alun Indonesia