7 Tujuan Favorit Mira Delima

Harajuku di Tokyo seperti surga buat saya. Saya memang menyukai pernak-pernik yang lucu. Sepanjang jalan ini penuh dengan toko-toko kecil yang menjual itu -dari mulai kipas hingga tatami (semacam tikar yang digunakan sebagai alas rumah-rumah di Jepang). Secarik hiasan pintu berbahan kain dengan motif khas Jepang pun masih terpampang di rumah saya, sebagai pengingat perjalanan kami ke Jepang.

Banyak orang yang bilang ingin kembali naik haji untuk kali kedua, ketiga, dan seterusnya. Memang benar adanya. Saya sudah merasakannya. Di sana, saya merasa dekat dengan lima juta jamaah yang ada di sana waktu itu. Anda kaya atau miskin, cantik atau jelek, semua tidak berpengaruh. Kita semua sama. Saya melihat karakter manusia yang sebenarnya kala itu, karena kesabaran dan keikhlasan kita benar-benar teruji. Mangantre di kamar mandi saja bisa membuat orang naik darah dan bertengkar. Sabar saja, deh.

Saya penikmat teh. Meski setiap kali berkelana saya tidak mencari tempat ngeteh yang asyik, saya menikmati betul menghabiskan waktu di TWG Marina Bay Sands, Singapura. Walau kafe ini ada pula di Jakarta, di sini, selain menikmati teh-teh pilihan, saya bisa menikmati replika kanal Venesia, lengkap dengan gondolanya tepat di bawah kafe ini. Serasa seperti ada di Italia, tanpa harus terbang jauh-jauh ke sana.

Liburan kali ini terasa berbeda, mungkin karena anak saya sudah beranjak besar. Komunikasi kami sebagai kleuarga menjadi lebih intens. Saya jatuh cinta pada Kyoto. Kota ini masih sarat tradisi tapi tetap modern. Masih banyak orang berpakaian tradisional Jepang lalu-lalang di jalanan. Tak seperti di Tokyo, Kyoto lebih kecil sehingga eksplorasi lebih mudah dilaksanakan. Saya sangat menikmati duduk-duduk di pinggir kanal di kota ini dan menikmati hari. Kanal tersebut begitu bersih, mungkin hanya sedikit dikotori oleh sakura yang berguguran.

Saya dan kakak perempuan saya adalah penggila konser. Setiap tahun kami menyempatkan diri menonton konser F1 di Singapura. Bukan apa-apa -tak semua artis yang hadir di sana bisa datang dan menggelar konser di Jakarta. Lagi pula, atmosfer menonton konser di luar negeri, walaupun sangat dekat seperti Singapura, berbeda dari di Jakarta. Saya tidak mengerti tekniknya, tapi sound system-nya terdengar berbeda.

Dari Sorong, kami harus naik kapal cepat ke area Raja Ampat, Papua. Semua usaha tersebut terbayarkan dengan tuntas setelah melihat pemandangan alam yang luar biasa. Selama tujuh hari, saya dan keluarga menghabiskan waktu di laut, island-hopping atau snorkeling. Yang tak terlupakan lagi adalah tempat kami menginap, sebuah resor yang menjorok ke laut. Jika ingin ke toilet, kami harus ke daratan dulu. Bayangkan apa yang terjadi jika harus ke toilet tengah malam. Apalagi setelah pukul 22.00 -generator listrik dimatikan sehingga area tersebut menjadi gelap gulita.

Urusan hotel, menurut saya, belum ada yang mengalahkan Bali. Perjalanan saya ke Bali mungkin sudah tidak bisa lagi dihitung dengan 10 jari, saking seringnya. Favorit saya, W hotel yang berlokasi di Seminyak. Hotelnya super nyaman.

Traveling dianggap sebuah kewajiban. Jadwal liburannya padat. Dalam setahun, setidaknya dua kali ia berlibur bersama suami dan anak semata wayangnya. Liburan bagi Marketing Communication Manager Trans Fashion ini harus melalui proses perencanaan agar tidak ada waktu terbuang percuma.
