.jpg)
Antrean yang panjang mulai mengular, namun semua sabar menunggu aba-aba untuk memasuki area Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, tempat perayaan bertajuk "15 Tahun Supernova: Bintang Jatuh Hingga Embun Pagi" (280216).
Lima belas tahun lalu, sebuah buku berjudul "Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh' hadir. Dimulai dari manuskrip yang rampung pada tahun 2000, Dewi Lestari sang penulis menargetkan Supernova ini lahir menjadi trilogi, disusul oleh kelahiran buku kedua dan ketiganya, "Akar" (2002) dan "Petir" (2004).
Namun "Petir" belum memberikan ending. Dalam rentang waktu yang tergolong lama, sekitar 8 tahun, Dee, nama pena Dewi Lestari, menghadirkan "Partikel' sebagai buku keempat, dan "Gelombang" sebagai buku kelima (2014).
Di masa itu, saya sempat bertemu Dee dalam sebuah sesi pemotretan sampul tahun 2009, dan saya tergoda untuk bertanya, "Kapan Supernova berikutnya akan terbit?' Dengan gerak refleks tertawa sambil mendongak, Dee menjawab, "Rasanya beribu-ribu orang menanyakan itu, saya seperti diteror." Dee mungkin bercanda, karena ia tetap kreatif melahirkan "Rectoverso", "Madre", dan "Perahu Kertas".
Supernova yang ‘selesai’ di buku keenam akhirnya menjadi heksalogi, yang membuat penggemarnya berdebar-debar. Saya melihat itu pada diri sebagian undangan di siang itu. Di acara itu, kami disambut oleh deretan buku dengan desain sampul berbeda-beda dari Supernova 1 hingga 5. Ada pula laptop-laptop rusak milik Dee yang menemaninya selama 15 tahun pembuatan Supernova ini. Tabel-tabel dengan tulisan warna-warni yang menggambarkan penokohan sekaligus benang merahnya membuat kami merasa dekat dengan proses penulisan Dee.
.jpg)
Pembacaan fragmen dengan sisipan musik menjadi acara pembuka. Satu per satu nukilan dari Supernova 1 hingga 5 dibawakan dengan apik oleh Dee, Chicco Jerikho, Amanda Zevanya, Dinda Kanyadewi, dan Joko Anwar. Secara bergantian lantunan merdu Dee dan dua kakak-adiknya, Imelda Rosalin dan Arina Mocca, membawa suasana pembacaan fragmen menjadi lebih syahdu. Juga unik. Hanya diiringi oleh dentingan piano sang suami, Reza Gunawan, juga seorang peniup klarinet dan betotan dawai contra bass.
“Ada rasa excited, senang, puas, lega, tetapi juga ada rasa kehilangan. Karena ini adalah penutup,” ungkap Dee pada sesi talk show di akhir acara. Diakuinya Supernova merupakan akumulasi pengalaman dan pemahaman, dengan segala rangkuman jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang menggelitiknya.
"Inteligensi Embun Pagi" (IEP) adalah seri penutup dari heksalogi Supernova. “Menyelesaikan IEP adalah hal yang paling menantang. Harus sangat hati-hati dan sinkron, juga mengatur drama sedemikian rupa sehingga segala pertanyaan yang menggantung bisa terjawab semua,”ungkapnya. Sedikit spoiler tentang alur cerita di buku penutup ini hampir saja dilontarkan, serentak yang hadir berteriak, "Stop!"
Suasana tanya-jawab yang hangat seakan memotong jarak antara penulis dengan pembaca. Baru kali ini ia merasa harus membuat pergelaran sekaligus merayakan selesainya heksalogi Supernova. Lima belas tahun bukan waktu yang singkat. Kami para pembaca Supernova seakan terlibat dalam setiap pasang surut kehadirannya. Bahkan dalam salah satu tayangan videonya, Titi DJ, salah satu pembaca fanatik karya Dee, mengatakan bahwa Supernova serasa menjadi bagian dari hidupnya. Kelegaan menutup sore itu. Dee, kami tunggu Supernova lainnya!
Foto: Erin Metasari