
Kendaraan saya berhenti di sebuah gedung kokoh berwarna hitam legam di daerah Cipete, Jakarta Selatan. Di pagi menuju siang hari itu, matahari begitu cerah, hati pun ikut gembira. Sepertinya tidak hanya saya yang merasakannya. Dari kejauhan, saya bisa melihat tawa lepas serta senyum lebar beberapa wanita yang sedang asyik mengobrol dan bercanda di bawah rindangnya pepohonan.
Tidak lama, satu per satu dari mereka beranjak ke dalam gedung. Menaiki lift yang tidak begitu besar, mereka menuju Sana Studio.
“Bermula dari mengantar anak sekolah,” cerita Dewi, salah satu anggota #Selfit, begitu mereka menyebut komunitas mamud alias mama muda itu. Maklum, namanya juga ibu-ibu, wajar sepertinya seusai mengantar anak ke sekolah kemudian berkumpul sesaat bersama rekan senasib sepenanggungan. Biasanya mereka nongkrong untuk sekadar brunch. Namun kebiasaan itu berubah sejak satu tahun belakang. Nongkrong bersama tak lagi berisi brunch. Olahraga menjadi menu bersama mereka, dan Sana Studio adalah salah satu pilihan studionya.
“Hari ini kelasnya boxing,” jelas Nitra, salah satu anggota, yang juga memelopori berdirinya komunitas ini. Dewi dan Nitra tidak hanya berdua—kebiasaan berolahraga ini sudah dijalani bersama empat orang lainnya yakni Cherry, Upi, Reny, dan Fitri.
Tidak lama setelah berkumpul di dalam studio, sang pelatih hadir, Andri namanya. Rangkaian kelas Cardio Boxing pun dimulai dengan berdoa, diikuti peregangan. Menarik-narik tangan dan juga kaki, kemudian dilanjutkan dengan sedikit plank, sit-up, push-up, dan beberapa gerakan lainnya. Gerakangerakan ini cukup membuat keringat mulai terlihat, dan pastinya membuat saya yang menonton ikut ngos-ngosan.
Pukulan demi pukulan mulai dilatih menggunakan barbel. Variasi gerakan yang dilakukan dapat membantu proses pembentukan tubuh—bisa untuk mendapatkan perut yang lebih rata, paha ramping, atau lengan yang lebih kecil. Hawa ruangan studio semakin memanas, begitu juga dengan tubuh yang terlihat mulai dihiasi keringat yang bercucuran. “Ini baru pemanasannya,” jelas Dewi, dengan nada sedikit menantang.
Perjuangan yang sesungguhnya baru akan dimulai. Setelah memasang handwrap, satu per satu peserta memukul serta menendang ke arah punch mitt yang digunakan sang pelatih. “Jab-jab-strike-jab-hook-hook-upper cut,” diucapkan berulangulang oleh Andri. Para peserta mengikuti arahan Andri hingga keringat bercucuran.
Untuk tugas olahraga, saya melakukannya bergantian.Sambil menanti giliran, peserta lain melakukan squat, plank, sit-up, serta push-up secara bervariasi dan berulang. Saking lelahnya, sedikit curang ketika menghitung sering dilakukan, yang kemudian disusul tawa dan canda walau—dengan napas terengah-engah.
Tidak hanya bercanda, update melalui akun media sosial juga tidak bisa ketinggalan (meskipun tangan sedang dibungkus). Dan yang pasti, tidak boleh ketinggalan adalah selfie, yang juga menjadi asal muasal nama grup ini. Tidak melulu boxing, untuk mengusir kejenuhan, olarhaga lain juga dilakukan seperti Zumba, Pound Fit, hingga Bootcamp.
“Walaupun tidak bisa full team, tiap olahraga pasti ada saja temannya,” jelas Dewi. Mereka dapat melakukan olahraga hingga tiga kali dalam seminggu di hari biasa, dan memilih bersantai dengan keluarga di akhir pekan.
Lelah, selama sekitar satu setengah jam mengikuti kelas, tawa yang saya temui sebelum kelas dimulai, masih terlihat di raut wajah mereka—meski tentunya dengan keringat yang tak kunjung kering, dan muka yang memerah. Energi yang diberikan setiap anggota membuat olahraga berjalan tidak begitu berat, dan fun. Sehat itu pasti, badan idaman itu bonusnya!
Foto: Zaki Muhammad
Pengarah gaya: Siti H. Hanifiah