
Saya tidak berharap banyak saat menyaksikan "The Legend of Tarzan", yang dibintangi Alexander Skarsgard, Margot Robbie, Samuel Jackson dan Christoph Waltz ini.
Tentu saja saya berharap banyak pada penampilan Alexander (siapa yang tidak meleleh melihat bodinya dalam trailer film ini?), tapi premis "The Legend of Tarzan" kurang menarik bagi saya. Apalagi saya masih terpesona pada "The Jungle Book", yang beda tipis urusan setting.
Film yang diadaptasi bebas dari buku karangan Edgar Rice Burroughs (juga menciptakan karakter John Carter) ini bercerita tentang Raja Leopold dari Belgia yang ingin mengeruk kekayaan alam Kongo di Afrika, tapi malah terbelit utang. Untuk itu, ia menugaskan Leon Rom mencari berlian opar dari kepala suka Mbonga, untuk membayar utang sekaligus membangun tentara di Kongo. Syaratnya, ia menginginkan Tarzan.
Sudah delapan tahun Tarzan kembali ke London sebagai John Clayton III alias Lord Greystoke, suami dari Jane Porter yang cerdas dan ceria (dan kadang-kadang John terlihat seperti Eric, tokoh yang diperankan Alexander dalam serial "True Blood"). Ia diundang Raja Leopold ke Kongo. Sempat menolak, bujukan George Washington Williams, perwakilan AS, berhasil membuat John pergi. Apalagi Williams curiga Leopold menjalankan perbudakan di Kongo.

Bertiga bersama Jane, John pun 'pulang kampung', kembali bertemu suku di Kuba, tempat Jane dibesarkan. Ketika Rom dan pasukannya menyerang Kuba dan menculik Jane, mulailah John, ditemani Williams, kembali menjadi manusia hutan. Ternyata ia masih mengenal hutannya dan berkomunikasi dengan para penghuni rimba.
Disutradarai oleh David Yates (yang menyutradarai empat film terakhir "Harry Potter"), film ini memamerkan alam Afrika yang indah, kegesitan John kembali menjadi Tarzan, dan duelnya dengan Akut, saudara gorilanya dulu. Sekali-sekali, ditampilkan flashback masa kecil Tarzan, termasuk pertemuan pertamanya dengan Jane. Berhubung Tarzan tinggal di hutan, tak salah jika ia tak berbusana saat bertemu Jane (walau giginya sangat rapi untuk orang yang tak pernah sikat gigi bertahun-tahun).
Alexander Skarsgard sebagai Tarzan memang cocok dari bodi, namun skenario tampaknya tak terlalu berpihak pada tokoh John/Tarzan. Tapi siap-siap meleleh memang melihat tatapannya, juga chemistry-nya dengan Jane yang diperankan dengan baik oleh Margot Robbie.
Menurut saya, dalam film ini Margot menunjukkan kelasnya, bukan hanya pendamping jagoan. Walau skenario film ini tak terlalu kuat, karakter pendamping justru lebih bersinar daripada sang jagoan. Samuel Jackson yang cerewet, juga sang tokoh antagonis, Christoph Waltz. Waltz berhasil membangun sosok Leon Rom yang sebenarnya kejam, juga Djimon Honsou sebagai Mbonga, yang dendam pada Tarzan.

Menurut anak sulung saya, ABG, "The Legend of Tarzan" kurang seru dan sedikit bertele-tele. Sementara anak bungsu saya, calon ABG, menganggapnya seru, terutama adegan John/Tarzan duel dengan gorila. Menurut saya, soundtrack "Better Love" yang dibawakan Hozier keren. Tapi urusan film, lebih baik Anda menontonnya dalam versi standar. Menonton versi 3D di IMAX biasa saja....
Foto: Warner Bros. Pictures