
Tak cuma bahan makanan organik yang harganya terjangkau, makanan jadi pun ada di Komunitas Pasar Kemisan ini.
“Kata siapa produk organik itu mahal?” beberapa orang yang saya temui di Pasar Kemisan berkata. Pagi menjelang siang itu, sekitar pukul 10-an, saya sudah berada di suatu sudut Jogja Utara, tepatnya di Desa Jenengan, selatan Stadion Maguwo Yogyakarta, tempat Komunitas Pasar Kemisan ini rutin bertemu sejak 1,5 tahun lalu.
Terlihat warna-warna segar yang khas dari sayur kale, buah naga, wortel yang masih lengkap dengan daunnya, dan berbagai sayuran di gerai Jogja Organic. Pada hari itu, sayur sejenis sawi bernama pagoda menjadi primadona dan ludes dalam waktu singkat. Melongok ke sebelah, ramai orang antri membeli es dawet ayu yang dibuat dari tepung organik dengan pewarna alami dari pandan dan daun suji.
Pemandangan unik banyak terlihat di sini. Seorang wanita sambil menggendong bayi yang lelap tidur terlihat asyik memilih sayuran segar. Seorang pria ekspatriat terlihat larut sendirian menyantap nasi merah kukus dan bothok mlanding. Beberapa keluarga dengan anak-anaknya yang masih kecil berkeliling, anak-anak muda terlihat lesehan menikmati jajanan yang baru mereka beli. Bahkan saya bertemu seorang wanita yang khusus datang dari Solo, mengendarai mobilnya menempuh sekitar 65 kilometer.
“Tingkat keberhasilan Pasar Kemisan jika dilihat dari antusiasme pengunjung, mereka datang tak hanya jajan . Tetapi mereka datang untuk membeli bahan baku masakan. Itu tandanya pola makan sehat sudah menjadi kebutuhan sehari-hari,” ujar Retno, pemilik akun @kebunkitajogja yang merupakan salah satu anggota komunitas Pasar Kemisan.
Jelang pukul 12 siang, pengunjung tetap berdatangan. Loyang-loyang kosong bertumpuk di sudut meja gerai @amantehomebakery. Pada hari itu, Dana, sang pemilik, membawa 6 loyang speculaaas cake, vegan apple pie, biscotti vegan cranberry almond, dan cacao almond yang lezat, sekaligus jadi favorit.
Belum sampai pukul 1 siang Chef Harry dari @kurogome_zushi sudah kehabisan nasi untuk olahan sushi vegannya. Cara membuat sushi dari balutan beras hitam organik yang membungkus avokad, tahu, dan bahan-bahan non-daging lainnya menjadi tontonan menarik siapa pun yang datang melihat. Tanpa henti Chef Harry menyusun isian sushi, menggulungnya dengan nori, dan memotong-motongnya sambil memberi penjelasan.
Gaya hidup sehat seakan menjadi magnet. Semua yang datang untuk berbelanja tanpa dikomando membawa tas belanja sendiri, juga tempat makan untuk meminimalkan sampah plastik. Ajang berbagi, food for free, juga dilakukan di sini. Jika dari kebun komunitas ada buah atau sayur yang berlebih, maka mereka akan meletakkan di suatu sudut. Siapa yang mau, boleh ambil secukupnya. Saat itu, ada bibit pohon bambu yang bisa diambil gratis.
Tak tampak kelelahan di wajah para penjual dan pembeli di Pasar Kemisan. Yang ada hanya kelegaan bahwa siang itu semua senang… dan kenyang.
Foto: Eandaru Kusumaatmaja