
Seperti rempah-rempah, perjalanan kuliner kefir ke panggung dunia tak lepas dari sentuhan politik. Politik perempuan, tepatnya.
Bek-Mirza Bakhorov, pangeran dari Pegunungan Kaukasus di tenggara Eropa, menculik perempuan yang telah membuatnya jatuh hati, Irina Shakarova. Bakhorov lantas melamar Shakarova, berharap memenangkan hatinya. Tetapi melamar setelah menculik seseorang bukanlah ide brilian. Lagi pula, ini bukan cerita cinta. Shakarova adalah pemain penting dalam sejarah budi daya kefir di akhir abad ke-19.
Kefir adalah salah satu minuman hasil fermentasi susu (ada berbagai macam hasil fermentasi susu, dan yoghurt adalah salah satunya). Nama Kefir sendiri berasal dari bahasa Tutrki, “keif”, yang berarti “perasaan nyaman”. Saat ini, ia kefir telah menjadi bagian dari kuliner populer Indonesia.
Sejarahnya, “Kefir berasal dari Timur Tengah. Kafilah (sebutan untuk pedagang dari kawasan Timur Tengah) ‘membawa’-nya hingga ke Kaukasus, Eropa,” jelas penggiat kefir yang juga anggota Komunitas Kefir Indonesia, Cece Sutapa. Tanda kutip digunakan karena ada unsur ketidaksengajaan dalam pengembangan kefir.
Mulanya, para kafilah hanya membawa susu yang ditempatkan dalam kantong terbuat dari kulit kambing. Terguncang-guncang selama perjalanan, ditambah terik matahari dan campur tangan beragam mikro organisme, keajaiban terjadi: Fermentasi.
Catatan tentang fermentasi susu sebetulnya sudah ada sejak lama. Herodotus, pada abad ke-5 SM, sudah bercerita tentang koumiss, minuman kaum Scythians. Marcopolo sang penjelajah menyebut koumiss sebagai the white wine. Pada 1887, American Journal of Pharmacy menyebutkan adanya hubungan erat antara koumiss dan kefir. Sederhananya, mereka bersaudara.Ada larangan dalam masyarakat setempat untuk menyebarluaskan bibit kefir ke luar daerah, karena, konon, khasiatnya akan hilang.
Kefir menemukan tempat terhormat di Pegunungan Kaukasus. Di sana, masyarakat meyakini kefir sebagai bibit berkhasiat pemberian Nabi Muhammad. The grains of the prophet, katanya. Ada larangan dalam masyarakat setempat untuk menyebarluaskan bibit kefir ke luar daerah, karena, konon, khasiatnya akan hilang. Bagaimanapun, reputasi kefir terus meroket dan menjadi magnet bagi kalangan ilmuwan negeri tetangga, Rusia.
Nester Postnikov, seorang dokter Rusia melakukan penelitian pertama terkait kefir pada 1840. Saat itu, Postnikov meneliti koumiss dan menemukan manfaat untuk penyembuhan TBC, anemia, paru-paru, penyakit kandungan dan kulit. Hasil penelitian awal itu membuat para dokter di Rusia berhasrat mendapatkan bibit kefir untuk diteliti lebih lanjut, dikulturkan dan dimanfaatkan bagi penyembuhan. Keinginan itupun sampai pada Nikolai Blandov, pengusaha yang punya bisnis olahan susu. Blandov memutar otak dan muncullah The Blandov’s Plan.