
"The Bourne Identity" (2002) menjadi film yang melejitkan Matt Damon, 46, sebagai aktor elite Hollywood, sekaligus menjadikan Matt aktor ramah box office.
Setelah dua sekuel ("The Bourne Supremacy" - 2004, dan "The Bourne Ultimatum" - 2007) dan satu spin-off yang kurang 'nendang' ("The Bourne Legacy" - 2012), Matt kembali sebagai Jason Bourne, mantan agen CIA yang dicuci otak ikut program pembunuh elite CIA, yang sebenarnya tandingan sejati James Bond si Agen 007.
Film ini dibuka dengan kehidupan Bourne selepas membongkar operasi terselubung CIA, Treadstone. Ia menjadi petarung di arena judi di Yunani. Rambut putih mulai terlihat di dekat pelipisnya, wajahnya terlihat lelah.
Nicky Parsons (Julia Stiles), sesama mantan agen CIA yang menjadi kepercayaannya, muncul dan mengatakan telah meretas sistem komputer CIA dari Reykjavic, Islandia, untuk mencari tahu tentang operasi gelap CIA lain selain Treadstone dan Blackfriar. Nicky juga mendapatkan info tentang keterlibatan ayah Bourne dalam operasi Treadstone.
Cerita pun bergulir dari situ karena kepala operasi cyber CIA, Heather Lee (Alicia Vikander), berhasil mengetahui jejak Nicky. Di bawah perintah Direktur CIA, Robert Dewey (Tommy Lee Jones, dalam sosok pria tua yang lemah tapi bermata elang), pengejaran terhadap Nicky dan akhirnya Bourne pun dimulai.
Dibuka dengan kejar-kejaran seru antara Nicky-Bourne dan CIA plus "Aset", pembunuh bayaran CIA (Vincent Cassel), di tengah kerumunan demonstran di Athena, Yunani, petualangan Bourne membuktikan keterlibatan ayahnya di operasi Treadstone beralih ke Berlin, Jerman, lantas ke London, Inggris, hingga ke Las Vegas, AS.
Musuh utama film ini bukan lagi teroris dari negara A atau B, melainkan ancaman teknologi yang tak menghormati privasi. Kehadiran teknologi muncul lewat tokoh Aaron Kalloor, jenius teknologi dengan inovasi social medianya, Deep Dream, yang diam-diam membuat perjanjian dengan Dewey.
Hingga 20 menit terakhir film ini memamerkan kejar-kejaran dan kebut-kebutan seru, ketegangan lewat handheld kamera dari sinematografer Barry Ackroyd, dan idealisme sang sutradara, Paul Greengrass, menampilkan sosok Bourne yang galau dengan masa lalunya.
Menjelang film berakhir, menurut saya penyelesaian terlalu klise, meski terbuka untuk sekuel baru. Skenario "Supremacy" dan "Ultimatum" yang mendapat sentuhan Tony Gilroy terasa lebih menggigit. Tapi saya tetap merekomendasikan film ini, apalagi jika Anda penggemar Matt Damon, dan Moby (lagu "Extreme Ways" kembali diputar di akhir film).
[Baca juga 10 film berkesan Matt Damon]
Foto: Universal Pictures