Dari hubungan gelapnya dengan seorang dewa, Kunti mengandung. Tapi karena tak berani menanggung malu, bayi yang ia lahirkan dihanyutkan ke sungai, yang kemudian ditemukan dan dipelihara oleh seorang kusir kereta. Selanjutnya Kunti menikah resmi dengan Raja Pandu dan memiliki lima orang putra yang kemudian dikenal sebagai Pandawa Lima: Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa.
Sang bayi yang dibuang ke sungai, Karna, meskipun gagah perkasa dan sangat sakti, ia tetaplah dianggap sebagai anak kusir, sehingga tidak berhak mengikuti sayembara untuk memperebutkan Drupadi, seorang putri raja yang cantik. Drupadi akhirnya dipersunting dan menjadi istri bersama Pandawa.
Yang menerima keberadaan Karna dengan tulus dan penuh penghormatan justru keluarga Kurawa, musuh bebuyutan Pandawa, yang dipimpin Duryudana. Bahkan Karna diangkat menjadi panglima perang Kurawa.
Ketika perang besar Baratayudha—antara Pandawa dan Kurawa—menjelang pecah, Kunti akhirnya mengetahui bahwa Karna adalah putra sulungnya yang dulu ia singkirkan. Ia berusaha membujuk sang putra agar berpindah dari kubu Kurawa yang jahat ke kubu Pandawa. “Jika saja aku mampu menjawab semuanya, akan kurengkuh kau dalam pelukanku, Karna. Kau memang anakku. Aku tak sanggup kehilangan kau.”
Namun Karna menolak, karena kepada Kurawa-lah ia harus mempersembahkan kesetiaannya—meskipun untuk itu ia harus mati di tangan Arjuna, adiknya sendiri.
Nasib tragis seorang Karna itulah yang diangkat dalam pergelaran sendratari Jawa klasik berjudul “Arka Suta” yang dipentaskan oleh sanggar tari Jawa klasik Padnecwara di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki Jakarta, pada 16-17 Maret 2-17. Pagelaran tari ini merupakan persembahan istimewa sebagai hadiah ulang tahun ke-70 penari senior sekaligus pendiri Padnecwara, Retno Maruti.
Rury Nostalgia, koreografer yang juga putri Retno Maruti, berusaha menampilkan dilema yang ada di hati Arka Suta—nama lain dari Karna—yang bawakan dengan begitu indah oleh Wasi Bantolo, penari yang juga pengajar di Jurusan Tari Institut Seni Indonesia Surakarta. Lewat gerakan dan tembang, ia bisa mengekspresikan rasa kesepian, rindu, sekalugs frustrasi dan marahnya kepada Kunti, ibu kandungnya.
Ada pun Retno Maruti tetap tampil memukau di usia 70, memerankan Kunti, seorang ibu yang dirundung rasa sesal yang mengiris hati setajam sembilu di tengah brutalnya perang Baratayudha.
Foto: Padnecwara