
Suara Biyang Bulan—panggilan akrab dari Ayu Bulantrisna Djelantik—terdengar lantang. Dalam Bahasa Bali, Biyang adalah sebutan untuk ibu dan begitulah para anggota komunitas ini memanggilnya.
“Ayo, sebutkan asal masing-masing!” kata Biyang Bulan kepada para anak didiknya ketika saya bertanya daerah asal para penari. Jawabannya beragam. Ada yang dari Medan, Jakarta, Bali, Ternate, Palembang, dan sebagainya. Meskipun komunitas Bengkel Tari Ayu Bulan mempelajari tari Legong, anggotanya berasal dari seluruh Indonesia.
Di hari Minggu awal Januari lalu, saya mengunjungi latihan rutin mereka di rumah Nana, salah satu anggota Bengkel Tari. Nana atau Nyoman Trianawati ini malah sengaja membuat studio tari di rumahnya di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Cermin-cermin terpasang di dinding, dilengkapi lantai kayu seperti studio tari di sanggar-sanggar. Tujuannya agar Bengkel Tari punya basecamp untuk berlatih.
Bulan sengaja membentuk komunitas ini di Bandung (karena ia sempat praktik dan jadi dosen di Bandung) pada 1994 untuk meningkatkan ilmu para penari yang sudah menguasai dasar menari. “Saya berpikir kalau buka sanggar, nanti saya menyaingi sanggar-sanggar yang sudah ada. Di Bandung padahal sudah banyak sanggar. Saya tidak mau menyusahkan maupun menjadi saingan sanggar-sanggar itu. Jadi, semua yang sudah lulus di sanggar, saya ajak memperdalam Legong. Waktu itu Legong sedang tidak populer, padahal Legong adalah tarian yang saya sangat suka sekali,” kata Bulan.
Menurut Bulan, tarian Legong memiliki tingkat kesulitan tinggi. Ia ingin mengajak penari-penari mahir seperti dirinya untuk sama-sama bereksplorasi.
Tari Legong gaya Peliatan dipilih karena sudah Bulan pelajari sejak usia tujuh tahun. Peliatan adalah sebuah nama desa di Ubud, Bali, Kata Bulan, gaya Peliatan memiliki gerak tubuh yang lebih melengkung, gerakannya patah-patah, dagu diangkat ke atas, dan gerakannya lebih bergetar sehingga sangat dinamis.
Sejak usia 12 tahun, Bulan sudah sering menari di Istana Negara. Bulan yang juga seorang dokter spesialis THT ini bahkan pernah menari di hadapan Bill Clinton. Hingga kini para anggota Bengkel Tari Ayu Bulan masih rutin berlatih seminggu sekali. Kalau akan manggung, latihan ditingkatkan menjadi dua kali seminggu.
Pada Oktober 2016, salah satu anggota yaitu Mimi—panggilan akrab Ni Ketut Putri Minangsari—menemani Bulan berangkat keliling Eropa atas undangan beberapa Kedutaan Besar Indonesia. Ada empat negara yang dikunjungi dalam lima minggu, yaitu Jerman, Belanda, Macedonia, dan Bulgaria. Tujuannya untuk memperkenalkan sembilan tari Bali yang diresmikan oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda.
Selagi Mimi dan Bulan ke Eropa, tujuh anggota Bengkel Tari lainnya ke India untuk pentas di Hampi Festival. Kerekatan para anggota juga terjalin karena hadirnya Bulan yang dianggap sebagai sosok ibu. “Biyang Bulan sangat mengayomi kami. Kami semua mengagumi beliau sebagai maestro Legong indonesia. Kami merasa bangga belajar Legong gaya Peliatan. Kami ikut punya andil melestarikan gaya yang hampir punah ini,” kata Mimi.
Jika ingin belajar tari Legong, Anda pun bisa mendaftar ke Studio Tari Ayu Bulan. Berbeda dari Bengkel Tari yang berisi penari profesional, Studio Tari didirikan Bulan sebagai kursus bagi siapa pun yang tertarik belajar. Studio Tari Ayu Bulan hadir di empat lokasi di Jakarta—Ciragil, Bintaro, Kelapa Gading, dan Pondok Pinang.
“Kami merasa bangga belajar legong gaya peliatan. Kami ikut punya andil melestarikan gaya yang hampir punah ini”
Foto: Shinta Meliza
Pengarah gaya: Siti H. Hanifiah