
Keriaan yang memancing adrenalin itu sudah terasa begitu saya—bersama tiga sahabat saya: Ayu, Dickie, dan Roland—tiba di lokasi start Marato Barcelona atau Barcelona Marathon 2017 di Plaça d’Espanya, satu jam sebelum acara dimulai.
Di Minggu pagi di bulan Maret itu, sekitar 16 ribu peserta dalam berbagai kostum yang menarik sudah berkumpul di sana. Ada yang sedang melakukan pemanasan dengan lari-lari kecil atau senam ringan, ada pula yang justru sibuk berfoto-foto di antara dua menara bergaya Venesia setinggi 47 meter yang menjadi pemandangan utama alun-alun Plaça d’Espanya.
Sebagai penggemar olahraga lari, tahun ini saya memilih Marato Barcelona karena beberapa alasan. Saya belum pernah ke Barcelona, kota yang katanya sangat eksotis dan artistik. Alasan lain, hanya ada satu kategori yang dilombakan di Marato Barcelona, yaitu full marathon sejauh 42,6 kilometer. Ini akan menjadi lomba lari full marathon saya yang pertama.
Karena itu, saya sengaja memilih lomba maraton yang tidak terlalu banyak pesertanya—tidak seperti New York Marathon atau London Marathon yang pesertanya bisa mencapai puluhan ribu orang—supaya saya bisa menikmatinya dengan santai. Maklum, target saya sama sekali bukan ingin menang (mana mungkin!), melainkan hanya ingin bisa mencapai garis finish tanpa menyerah di tengah jalan.
Pukul 08.30, peluit panjang dibunyikan dan maraton pun dimulai…

Setelah mulai berlari, barulah saya menyadari betapa asyiknya mengikuti lari maraton di Barcelona. Sambil berlari, saya sekaligus bisa menikmati keindahan panorama kota, karena rutenya sengaja didesain melewati objek-objek wisata utama yang ada di kota ini. Barcelona sendiri terletak di Provinsi Catalunya (atau Catalonia), dan warganya disebut orang Catalan.
Casa Milà atau lebih dikenal dengan nama La Pedrera adalah objek wisata pertama yang saya lewati. Bangunan ini dulunya merupakan kediaman pribadi arsitek paling masyhur di Spanyol asal Catalunya, yaitu Antoni Gaudi (1852-1926). Gaudi terkenal dengan gaya arsitekturnya yang sangat personal, ‘gila’, dan super-njelimet, tapi sangat indah. Pada tahun 1984, bangunan ini dinobatkan oleh UNESCO sebagai salah satu World Heritage Site.
Belum lagi surut rasa kagum saya terhadap Casa Mila, di depan saya sudah terlihat objek wisata lain yang tak kalah spektakuler: Basilica Sagrada Familia. Arsitektur gereja Katolik Roma ini lagi-lagi merupakan salah satu karya masterpiece Gaudi—paduan antara gaya Art Nouveau dan Gotik.
Uniknya, meski pembangunannya dimulai pertama kali pada tahun 1882, hingga saat ini ia tak pernah benar-benar rampung. Meskipun sangat terkenal, tak seorang pun pernah melihat foto Sagrada Familia dalam keadaan utuh tanpa kehadiran tiang-tiang penyangga yang menggantung di sekelilingnya.
Diiringi sorak-sorai penonton yang berdiri di pinggir jalan, akhirnya saya tiba di Plaça de Catalunya, sebuah alun-alun luas yang letaknya di tengah-tengah wilayah kota tua Barcelona, yang umumnya dibangun pada abad ke-19.
Dari sini kita bisa berjalan kaki ke daerah perbelanjaan favorit para wisatawan, seperti Passeig de Gracia, La Rambla, atau Portal de l’Angel. Wilayah ini memang sangat cantik dengan hiasan beberapa air mancur, patung-patung antik, serta burung-burung merpati.
Setelah melewati Columbus Monument, akhirnya—sembari terengah-engah—sampai juga saya di garis finish, sekitar pukul 12 siang. Namun kami tak mau cepat-cepat pulang ke hotel, melainkan mengamati kelakuan para pelari yang tak jarang lucu-lucu.
Ada bapak-bapak tua yang memakai kostum Menara Eiffel yang spektakuler. Ada pula serombongan peserta yang secara bergantian mendorong sepasang patung Catalan setinggi 3 meteran hingga mencapai garis finish.
Untuk merayakan keberhasilan mencapai finish, kami pun menghabiskan malam dengan makan di sebuah restoran bernama Nino Viejo, restoran Meksiko berbintang Michelin yang sedang jadi buah bibir para petualang kuliner. Saking larisnya, kami harus reservasi sebulan sebelumnya. Untunglah makanan dan pelayanannya memang sesuai reputasinya.

Keesokan harinya kami memutuskan untuk menikmati Barcelona dengan cara yang lain lagi, yaitu dengan mengikuti city tour dengan sepeda. Tur yang bernama Fat Tire Tour ini berlangsung sekitar 4 jam, harganya 26 euro per orang. Kami memilih tur yang rutenya tidak sama dengan rute maraton kami.
Titik start-nya adalah Plaça de Sant Jaume, alun-alun di wilayah kota tua dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan kuno peninggalan zaman Romawi. Tak jauh dari situ ada tikungan dan di sana berdiri sebuah bekas kuil untuk pemujaan Dewa Augustus.
Plaça del Rei atau Alun-alun Raja adalah salah satu titik istirahat kami. Ini adalah sebuah public square yang dibangun pada abad ke-4. Lapangan ini dikelilingi gedung-gedung yang menjadi tempat tinggal para pejabat pemerintahan di masa lalu. Di dekat situ juga ada Barcelona City History Museum (MUHBA). Sayangnya, karena tur kami berlangsung di hari Senin, hampir semua museum tutup. Duh, nyesel, deh.…
Selanjutnya kami mengunjungi Catedral de la Santa Creu i Santa Eulalia atau Cathedral of the Holy Cross and Saint Eulalia, sebuah gereja berarsitektur Gotik yang dibangun selama dua abad (abad ke-13 sampai dengan abad ke-15). Katedral ini didedikasikan untuk Eulalia of Barcelona, seorang perawan yang rela menjadi martir di zaman pendudukan Romawi.
Menurut legenda, awalnya ada patung Santa Eulalia dalam keadaan telanjang, namun kemudian salju turun dan menutupi ketelanjangannya secara permanen.
Setelah mampir sebentar di Palau de la Música Catalana dan di Parc Guell—satu lagi karya masterpiece Gaudi—tur kami berakhir di Parc de la Ciutadella, taman yang dikelilingi oleh kebun binatang, gedung parlemen, beberapa museum, dan sebuah air mancur besar yang indah karya pemahat Josep Frontsere.
Selain Gaudi, ada seorang seniman lain yang kelahiran Catalunya, menjadi kebanggaan warga Barcelona. Dialah Joan Miro (1893-1983), seorang pelukis, pemahat, dan seniman keramik. Sebuah museum khusus didedikasikan untuk Miro di Barcelona, bernama Fundacio Joan Miro. Pablo Picasso adalah maestro lukis Spanyol lain yang juga memiliki museum di Barcelona.
Namun, ada pemandangan lain yang tak kalah menyegarkan mata saya dan Ayu. Tentu saja para pria latino Barcelona yang tampan-tampan seperti Antonio Banderas. Ha ha ha.., namanya juga cewek!
Usai mengikuti tur sepeda, kami pun berhamburan ke La Rambla, pusat kota sekaligus pusat wisata dan pusat belanja di Barcelona. Sudah dua hari ini kami bolak-balik ke Boqueria Market yang merupakan pasar jajanan di jantung kota Barcelona. Kami mencicipi apa saja yang dijual di sana—mulai dari buah-buahan salami, ham, sosis, jamon, hingga cokelat Catalunya.
Malam masih muda ketika kami selesai makan malam. Maka kami pun melanjutkan petualangan dengan memasuki sebuah bar khusus dry gin. Setidaknya ada 80 jenis gin tersedia di sini. Hmmm… godaan yang sangat sulit ditolak!
Seperti diceritakan Jane Djuarahadi kepada Tina Savitri
Foto: Jane Djuarahadi