
Ini adalah kisah-kisah singkat pengalaman beberapa wanita menghadapi kerikil kelas berat dalam perkawinan mereka
Fenny*, 51, wiras wasta
Tahun ini perkawinan kami memasuki tahun perak, 25 tahun. Saya sendiri merasa ajaib kami bisa selamat sejauh ini. Padahal, 17 tahun lalu, kami nyaris bercerai. Penyebabnya, suami saya (sebut saja namanya Firman) tertangkap basah sedang berselingkuh dengan teman kantornya di
rumah baru kami yang belum sempat kami tempati. Rasanya waktu itu keputusan saya sudah final: Cerai!
Sepertinya keluarga besar saya juga bisa mengerti keputusan saya. Saya siap jadi orang tua tunggal dengan dua anak yang masih kecil-kecil. Suami saya juga sudah pasrah terima nasib. Namun pada suatu malam—ketika saya dalam proses mengurus perceraian—entah bagaimana
awalnya, saya dan Firman bicara berdua saja dari hati ke hati dalam suasana damai. Firman memohon agar saya memberinya kesempatan kedua, dan entah kenapa, saya percaya padanya.
Saya pun melepas semua gengsi dan berusaha memaafkannya. Setelah itu, Firman sepertinya berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki kesalahannya, dan kembali menjadi suami yang baik (dia selalu menjadi ayah yang baik). Dia juga mengizinkan saya bekerja lagi—semula dia melarang saya bekerja sampai anak-anak cukup besar. Dia juga memberi saya kebebasan untuk berkarier dan bergaul. Saya tidak pernah menyinggung-nyinggung lagi perselingkuhannya dulu. Yang lalu biarlah berlalu, toh dia tidak pernah mengulanginya. Bahkan, di mata saya, kini Firman menjadi suami yang jauh lebih baik ketimbang dulu. Mungkin benar kata orang bijak, semua akan menjadi indah pada waktunya.
*) bukan nama sebenarnya