Sebagai negara dengan penduduk yang sebagian besarnya beragama Islam, tak heran jika banyak wanita di Indonesia berpakaian ala muslimah; tertutup dan berkerudung. Sayangnya, kira-kira 10 tahun silam, belum banyak brand fashion yang mengakomodasi kebutuhan komunitas ini. Dian Kencana Dewi, produser televisi swasta mengakuinya. Ia harus kreatif mengakali model baju yang sedang tren. “Jika model baju yang saya inginkan bertangan pendek, saya tambah dengan manset,” ujarnya. Tak jarang ia juga harus membuat baju custom made ke penjahit langganan.
Shinta Dewi Dhiah Sekar Tanjung juga merasakan hal yang sama. Ia melihat belum banyak pilihan busana untuk wanita berkerudung. “Yang tersedia modelnya kuno dan terkesan untuk orangtua. Lalu, bagaimana dengan kami anak muda yang mengenakan kerudung?” begitu katanya. Ia bukan fashion designer sehingga sulit berkreasi ke penjahit langganan seperti halnya Dian. Sebagai pebisnis, Shinta melihat situasi ini sebagai peluang. Pada tahun 2011, peluang itu ia wujudkan. Shinta mendirikan Moshaict (Moslem Fashion District), sebuah department store khusus busana muslimah.
Shinta tidak main-main. Setelah empat tahun berdiri, kini Moshaict sudah memiliki 14 cabang di seluruh Indonesia yang menaungi 60 brand. Saat ini Shinta mungkin sudah bisa dikategorikan sebagai tycoon junior. Selain ‘menampung’ brand lain, Moshaict juga telah memproduksi brand dengan namanya sendiri. Shinta bahkan sedang bekerja sama dengan desainer Itang Yunasz dengan mengeluarkan sebuah koleksi Moshaict by Itang Yunasz.
Sebelum membangun Moshaict, Shinta berkiprah di bisnis lain. Bila mendengar sekilas saja, memang terkesan ia hanya mengembangkan bisnis setelah melihat peluang mana yang paling menjanjikan. Namun bisnis-bisnis yang dijalani Shinta sejak dulu tetap berada di koridor yang sama. Sejak masih duduk di bangku SMA, Shinta sudah punya cita-cita memiliki usaha yang berhubungan dengan baju muslim, tapi bukan seperti yang ada di pasaran pada zaman itu.