Dari mana ia mendapatkan semua 'keberanian' itu? Ditanya begitu, Rani tertawa. “Bagi banyak orang, pindah tempat tinggal mungkin dianggap ribet, complicated, tapi tidak bagi saya. Mungkin saya adalah sample dari segala pengecualian di dunia ini, ha..ha... Kampung halaman bagi saya adalah tempat di manapun yang membuat hati saya nyaman. Saya memilih Bali karena bebas banjir dan polusi, pemandangannya indah, dekat pantai, bersuasana desa tapi berfasilitas modern, dan –yang terpenting-- kopinya sedap dan murah, soalnya saya penggemar berat kopi. Jadi, kenapa mesti berat, ragu dan takut? Bukankah ke mana pun kita pergi, setiap jengkal tanah di Bumi ini adalah properti Tuhan?” kata Rani, filosofis.
Ia menambahkan, kalau 'dihitung-hitung' pakai logika linear, jelas tak bakalan ketemu hasilnya. Misalnya soal rezeki. Meskipun resminya Rani berstatus freelancer, nyatanya ia tak pernah sepi order menulis, menerjemahkan, atau apa pun. “Mungkin karena moda hidup saya kini bukan lagi survival, melainkan sudah beyond survival,” ujar Rani yang kini masih berstatus menetap sementara tapi secepatnya akan mengurus status sebagai penduduk resmi Bali. “Tahun depan saya pasti sudah jadi warga Bali,” katanya.
Tentu ia tetap membutuhkan penyesuaian diri. Tapi, dengan berbekal hati yang tulus dan terbuka, kehadirannya bisa diterima dengan baik oleh penduduk setempat. Sesekali Rani juga mengajar bahasa Inggris kepada anak-anak SD dekat rumahnya. Ia juga punya sejumlah tetangga ekspatriat yang kini menjadi sahabat-sahabat barunya. Ia memelihara seekor anjing dan dua kucing yang menjadi teman-teman setianya di rumah.
“Bali sesuai dengan yang saya harapkan, karena saya memang menciptakannya sesuai dengan harapan saya. Yes, I am happy, especially because I am free. Di sini saya seperti bermimpi setiap hari. Saya sering duduk di ranjang, memandang ke luar, ke birunya laut di kejauhan. Suara sayup-sayup gamelan Bali dari balai banjar kadang membuat saya ingin menari.”
Rani keberatan disebut nekat. “Orang nekat tidak tahu apa yang dilakukannya, sementara saya yakin benar dengan pilihan hidup saya. Saya tak peduli dengan komentar orang lain. Yang penting buat saya, Adam, putra saya yang kini bekerja di Jakarta, senang berlibur ke sini. Yang tak kalah menarik, tinggal di Bali juga harus selalu siap sedia terima tamu dan punya budget ekstra untuk itu. Mulai dari jadi guide, sopir, hingga tukang masak,” katanya, tertawa.