Protein dan karbohidrat seimbang
Kadar serotonin berkaitan langsung dengan pola makan. Hormon ini dibuat dari bahan baku asam
amino triptofan --ada dalam bahan makanan kaya protein-- dengan bantuan vitamin B6, B12, dan
asam folat. Jika kadar triptofan dalam darah maupun otak naik-turun, maka begitu juga tingkat
hormon serotonin.
Namun, mengonsumsi makanan kaya protein saja justru akan menurunkan kadar serotonin, sementara
makan karbohidrat memberi efek sebaliknya. Sebab dalam makanan berprotein, selain triptofan juga
ada asam-asam amino lain, dan semuanya berebut untuk bisa masuk ke dalam otak. Akibatnya,
hanya sedikit triptofan yang bisa masuk, dan kadar serotonin pun meningkat sedikit.
Sebaliknya, makanan kaya karbohidrat akan memicu pengeluaran hormon insulin dari organ pankreas.
Hormon ini menyebabkan asam-asam amino di dalam darah diserap ke dalam sel-sel tubuh (selain otak),
namun tidak punya efek terhadap triptofan. Tidak adanya ‘kompetitor’ membuat triptofan pun
leluasa masuk ke dalam otak, sehingga kadar serotonin naik. Kadar serotonin yang tinggi ini
menimbulkan perasaan relaks, membuat nyenyak tidur, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,
serta menghilangkan keinginan makan makanan lain yang mengandung karbohidrat.
Jadi, karbohidrat akan berperan dalam produksi serotonin sepanjang tersedia protein dalam
jumlah yang cukup, sebagai sumber utama triptofan. Maka protein tidak bisa begitu saja dihapus
dari pola makan. Konsumsi protein tetap ada, setidaknya untuk menjaga agar metabolisme tubuh
yang membutuhkan peran protein --misalnya untuk pembentukan enzim, otot, hormon-- tetap
berlangsung normal. Dengan makan lauk-pauk yang normal, kebutuhan protein Anda akan terpenuhi.
Kalau mau, Anda bisa mengonsumsi suplemen triptofan untuk menaikkan kadar serotonin.
Namun minum suplemen serotonin tidak akan membuatnya menjadi serotonin otak.
Konsultan ahli: Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MS.,
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.