Upaya edukasi lain ia lakukan lewat buku. Salah satu bukunya, Aktivis Generasi Pertama Pendamping HIV di Indonesia, berisi kisah pengalaman 35 aktivis selama mendampingi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). ”Saya ingin mengatakan bahwa masalah HIV/ AIDS adalah persoalan yang serius. Ini bukan hanya persoalan kaum marjinal, pelacur, waria, atau pengguna napza suntik saja. Ironisnya kasus HIV/AIDS di Indonesia justru meningkat di kalangan ibu rumah tangga ‘baik-baik’ dan remaja putri,” ujar Esthi.
Karena itu saat ini ia memfokuskan pada kampanye penanggulangan HIV/AIDS ini pada kaum pria. “Intinya, mereka harus lebih bertanggung jawab, Kalau dirinya berisiko, ya, jangan tularkan ke pasangan (seks)-nya. Tunjukkan kejantanan mereka dengan melakukan safe sex,” ungkap wanita yang menerima penghargaan SK Trimurti 2012 dari Aliansi Jurnalistik Independen (AJI).
Kini, di usia kepala 5, Esthi semakin mantap dengan jalan hidupnya. Ia sudah merasa bahagia karena bisa melakukan pekerjaan yang memang ia inginkan. “Saya bahagia karena saya bisa membuat hidup saya lebih punya makna, meskipun harus menempuh jalan kehidupan yang berbeda,” pungkasnya.
Perlu integritas dan kemandirian finansial
Berbeda ketika Anda memilih karier pertama, keputusan memilih karier kedua mestinya tidak lagi ditujukan untuk sekadar mengejar materi. Anda sudah lebih bebas menentukan jalur pekerjaan yang bisa memberi kepuasan batin. Tak heran jika hasil survei PESONA tahun 2011 terhadap 600 wanita di beberapa kota besar menunjukkan bahwa salah satu aspirasi mereka untuk karier kedua adalah mendirikan yayasan atau menjadi pekerja sosial (filantropis). Seperti halnya Oprah Winfrey atau Bill Gates, setelah seseorang merasa sudah terpenuhi kebutuhan materinya, mereka akan lebih leluasa mencurahkan perhatian pada bidang sosial.
Yang perlu digarisbawahi, untuk menjadi seorang pekerja sosial dibutuhkan tak hanya kepekaan sosial, tetapi juga integritas tinggi dan kemandirian secara finansial. Dengan begitu Anda bisa melakukan kegiatan sosial tanpa intervensi pihak lain atau masih memikirkan kepentingan ‘perut’. “Kalau Anda masih memikirkan kebutuhan finansial keluarga, sebaiknya jangan langsung keluar dari pekerjaan Anda sekarang. Sambil mempersiapkan diri, Anda bisa menjadi volunteer paruh waktu di lembaga sosial sesuai dengan interest Anda,” demikian saran pakar manajemen dan kewirausahaan, Rhenald Kasali, pada live tweet #PesonaChat, beberapa waktu lalu.
Shinta Kusuma