Belajar tidak egois
Saya hanya bisa tertawa geli mengingat masa dua bulan dibantu sekretaris amatiran yang lebih banyak dukanya daripada sukanya. Bagaimana pun, saya tetap memetik ‘ilmu’ untuk menjadi atasan yang arif darinya. Lagipula, saya beruntung karena setelahnya, saya mendapat sekretaris yang pantas dijuluki Miss Almost Perfect.
Sekretaris baru ini bukan hanya cekatan, tapi juga pandai. Hal-hal baru dipelajarinya dalam waktu singkat. Plus, ia penuh inisiatif. Setiap Jumat sore dia menyodorkan agenda kegiatan saya untuk minggu berikutnya. Kalau keesokan hari ada rapat penting, ia menempelkan kertas catatan di tas saya agar saya ingat besok dengan siapa, di mana, dan pukul berapa saya rapat.
Dia pandai (sangat pandai malah) menggunakan komputer. Bukan cuma membantu saya yang termasuk gaptek (gagap teknologi) dalam urusan komputer, ia pun canggih mengubah draft presentasi saya menjadi presentable dan profesional! Teman-teman sesama manajer iri atas keberuntungan saya ini.
Bagaimana saya jadi tidak menyayanginya? Hubungan atasan-bawahan pun akhirnya memudar, ia saya anggap keluarga sendiri. Kalau mendapat tugas keluar kota atau ke luar negeri, saya selalu menyempatkan diri membeli cenderamata kecil untuknya sebagai ungkapan terima kasih. Sebaliknya, ia kerap memanjakan saya dengan kaastengels –kue favorit saya– bikinan ibunya.
Karena ia pandai, saya jadi berani mendelegasikan lebih banyak hal kepadanya. Dengan kata lain, tidak hanya tugas administrasi yang saya percayakan, tapi juga hal-hal yang menuntut tanggung jawab lebih besar. Saya ingin ia berkembang optimal sesuai potensi yang dimilikinya. Sebagai atasan, rasanya saya wajib memberi kesempatan untuk maju.
Sekarang, I’m back to square one. Anda tahu mengapa? Bulan lalu, Miss Almost Perfect mengajukan permohonan berhenti untuk memulai karier baru (tentu saja bukan sebagai sekretaris) di perusahaan lain! Menyesal karena akhirnya ditinggal sekretaris andalan? Kalau saya egois, tentu jawabnya ‘ya’. Tapi, bukankah atasan yang baik adalah yang juga mampu mengembangkan anak buahnya sesuai potensi? Jadi, jawaban saya ‘tidak’, tak ada yang perlu disesali.
Saya kembali menjalani hari-hari perkenalan awal dengan seorang sekretaris baru yang belum bisa saya prediksi apakah kami akan saling menemukan kecocokan. Tapi, saya yakin, setelah saya belajar begitu banyak hal dari hubungan unik antara atasan-sekretaris, dengan sekretaris baru ini pun saya akan mendapat hikmah pelajaran hidup yang lain.
Dewi Dewo