
(Sing sing everyone in worship of Lord Shiva/Bow, surrender to Lord Shiva/He hears the
Ganges in his twisted locks of hair/He holds the trident, his damaru (drum) plays ‘dama dama’/The atmosphere echoes with Shiva’s name/Bow, surrender to Lord Shiva).

Itulah kira-kira arti syair lagu India yang dibawakan oleh Dave Stringer, musisi dari Amerika. Penampilannya di atas panggung di hotel Arma Watergarden, menjadi penanda dibukanya Bali Spirit Festival yang digelar di Ubud, 20 – 25 Maret 2013. Bagai mantra, lagu dengan lirik yang singkat dan dinyanyikan berulang, diiringi alat musik perkusi tradisional India ini selain menimbulkan rasa gembira, juga mampu menenangkan jiwa. Meski tak paham arti syair lagu itu, jiwa saya menangkap, syair lagu ini merupakan pujian terhadap Dewa Syiwa.
Bali Spirit Festival, merupakan perhelatan tahunan yang digelar oleh komunitas Bali Spirit - sebuah komunitas yang ingin membangun kembali ‘jiwa’ Bali paska bom di Legian yang menewaskan banyak orang. Sebuah semangat untuk memberikan kontribusi pada masyarakat Bali.
Bali Spirit Festival yang awalnya hanya menggelar workshop Yoga dan Musik, kini makin berkembang. Seluruh hasil penjualan tiket digunakan untuk kegiatan kemanusiaan, yaitu usaha preventif penyebaran HIV/AIDS lewat 'Ayo Bicara HIV/AIDS' dan penanaman pohon bambu di lahan-lahan kosong di wilayah Bali. “Kehidupan masyarakat Bali sangat dekat dengan bambu. Sayangnya, pohon bambu justru sangat kurang,” papar I Made Gunarta (Kadek Gunarta), penggagas Bali Spirit Festival.
Tahun ini merupakan tahun ke-6 digelarnya Bali Spirit Festival. Purnati di desa Batuan, Ubud, masih menjadi lokasi untuk terselenggaranya festival ini. Acara yang berlangsung mulai tanggal 20 hingga 25 Maret 2013 ini menyajikan lebih dari 100 workshop yoga, meditasi dan olah tubuh. Menghadirkan puluhan instruktur yoga, tari dan meditasi serta musisi dunia, festival ini mampu mendatangkan ribuan pengunjung. Saya, yang mendapat tugas meliput acara ini untuk PESONA, memanfaatkan setiap kesempatan. Saya menginap di hotel Pitamaha di Campuhan dan mengikuti workshop itu setiap hari di desa Batuan, Ubud.