Piazza del Papolo, alun-alun tempat eksekusi mati
Pada hari kedua di Roma, saya berniat berkeliling kota naik kereta bawah tanah. Resepsionis hotel bolak-balik mewanti-wanti agar saya berhati-hati menjaga barang-barang berharga (tas, dompet, kamera, ponsel). “We have a loooot… of pickpockets. And they act like a family: with a father, a mother, and kids,” katanya sambil nyengir.
Berbekal pesan itu saya memasuki stasiun metro. Tapi karena tidak mengerti cara mengoperasikan mesin penjual tiket otomatis (sistemnya agak beda dengan sistem Anglo Saxon seperti di Singapura atau Hong Kong), saya pun celingukan kebingungan. Untunglah kemudian saya didatangi Ernesta, wanita asal Filipina yang bekerja sebagai cook di Roma –mungkin karena dia melihat wajah saya yang sama-sama Asia. Kedatangan Ernesta ini membuat sekelompok wanita Gypsy –yang sejak tadi mengamati saya dari jauh— urung mendekati saya. Ernesta pula yang membantu saya membeli tiket metro untuk sehari penuh, seharga 6 Euro per orang.
Orang Gypsy dan kaum imigran (baik dari Eropa Timur, Afrika, maupun Asia, legal maupun ilegal) memang terlihat di mana-mana, di setiap sudut kota Roma. Para imigran banyak yang bekerja sebagai pedagang asongan, sedangkan orang-orang Gypsy memang tak jelas pekerjaannya –saya kerap melihat mereka mengemis (sembari maksa) atau mengamen di metro (di Roma pun ada pengamen di kereta, lho!). Tak heran bila Ernesta mengingatkan agar saya selalu waspada terhadap mereka.
Sebetulnya tujuan pertama saya hari itu adalah Basilica Santo Petrus di Vatikan. Tapi karena hari itu bertepatan dengan Jumat Agung, sejak dini hari pelataran basilika itu sudah disesaki pengunjung yang ingin menghadiri misa Jumat Agung pertama yang dilayani oleh Paus. Karena tidak bisa menerobos masuk, akhirnya saya banting setir menuju Piazza del Popolo yang tak jauh dari Basilika.
Piazza del Popolo atau People's Square adalah sebuah alun-alun kuno peninggalan Romawi Kuno. Selama berabad-abad, lapangan ini dijadikan tempat eksekusi mati para tahanan atau krimimal yang dilakukan terbuka di depan publik. Eksekusi terakhir tercatat pada tahun 1826. Sebuah tugu obelisk bergaya Mesir Kuno berdiri tegak di tengah piazza. Tapi sisa horor di masa lalu kini tidak terasa lagi. Malah banyak wisatawan menjadikannya sebagai tempat istirahat atau berkeliling naik sepeda.
Tina Savitri