Ketika arung jeram mulai populer di Indonesia, munculah wisata-wisata sejenis. Namun bukan kompetisi yang dikhawatirkan Yuni, namun imej arung jeram sebagai wisata yang aman jadi tercoreng, akibat operator arung jeram lain kurang menjamin keamanan para peserta. “Padahal, sulit untuk membangkitkan kembali kepercayaan dari wisatawan. Karena itulah keamanan menjadi prioritas utama kami. Safety is us, adalah motto dan keunikan kami dibanding operator lain,” kata Yuni.
Yuni membuktikan kata-katanya. Ia memilih dengan cermat bagian sungai yang stabil dan relatif aman dari banjir bandang sebagai lokasi arung jeram, lalu menempatkan sistem alarm di hulu sungai untuk memberi peringatan jika permukaan air naik, serta menyediakan tim penyelamat yang dilengkapi radio komunikasi, tim medis, bahkan helikopter, jika diperlukan.
“Bisnis ini membutuhkan waktu relatif lama dan perjuangan panjang. Tidak mungkin lah jika orang ingin mendapat keuntungan banyak dalam waktu cepat. Namun kecintaan saya pada arung jeram membuat bisnis ini bertahan, meski harus jatuh-bangun,” ujar Yuni yang telah mengelola Arus Liar ini lebih dari 10 tahun.
Selain di sungai Citarik, Sukabumi, tempat awal didirikannya Arus Liar, ia juga membuka cabang di sungai Pekalen, Probolinggo. Arus Liar pun tak hanya menyediakan sarana arung jeram, tapi juga paintball, trekking, offroad, pelatihan di alam terbuka, juga akomodasi sederhana. Dari awal hanya dijalankan oleh 12 staf dan kru lapangan, kini Arus Liar memiliki tambahan tenaga sekitar 100 pemuda di daerah setempat. “Masih banyak yang perlu dilakukan. Saya ingin Citarik bisa jadi model bagi tempat-tempat lain yang memiliki potensi alam yang sama, seperti sistem waralaba,” begitu angan-angan Yuni.