

Tahun baru telah tiba. Apakah Anda sudah menyiapkan rencana untuk tahun ini? Adakah perubahan-perubahan yang ingin Anda lakukan? Pertanyaan ini yang mungkin muncul di benak Anda setiap awal tahun. Jawabannya bisa bermacam-macam. Sebagian menganggap perlu membuat perubahan. Tapi sebagian lagi menganggap tidak perlu melakukan perubahan karena merasa sudah tercukupi segala kebutuhan atau nyaman dengan keadaan selama ini. Padahal kalau mau jujur, dalam kenyamanan itu, ternyata kinerja mandeg atau bahkan desperate dengan hubungan perkawinan yang dingin. Namun, Anda seolah enggan beranjak dari lingkaran comfort zone. Atau bisa jadi Anda ingin berubah, tapi tidak tahu apa yang dilakukan.
Menurut Alexander Sriewijono, psikolog, perubahan itu perlu, terutama untuk memperkaya hidup. Comfort zone sebenarnya hanya sebuah rentang waktu, bukan titik yang membuat seseorang berhenti dan tidak perlu berubah. Memang pada awalnya kenyamanan sangat bagus untuk memotivasi orang bekerja lebih giat. Tapi akan berubah menjadi warning sign ketika pada satu titik tertentu, kinerja seseorang cenderung datar bahkan menurun.
[Baca juga 8 cara keluar dari comfort zone]
Umumnya, orang baru mau berpikir soal perubahan ketika dipaksa oleh keadaan atau lingkungan. Misalnya di dunia kerja, orang akan mulai berpikir mencari pekerjaan baru ketika sudah merasa mandeg atau menjelang pensiun. Reza Gunawan, praktisi penyembuh holistik menduga, gejala ini terjadi karena mereka belum sepenuhnya menyadari bahwa semua yang kita miliki sifatnya tidak kekal.
“Tergantung apakah kita ingin melakukannya dengan peacefully atau forcefully,” ujarnya. Peacefully artinya kita menciptakan perubahan secara sadar dari diri sendiri. Karena, bila kita menolak untuk berubah, biasanya akan timbul penderitaan, penyakit, atau kecemasan, sehingga hidup menjadi tidak nyaman. Dan, semakin besar penolakan tersebut, semakin besar pula penderitaan yang dirasakan. Jadi, berubah bukanlah pilihan tetapi keharusan, sebagai tanda seseorang itu ‘hidup’ dan berkembang.