Cara mempromosikan produk?
Biasanya kami memakai koleksi terbaru ke acara resmi atau di kalangan pertemanan. Selebihnya lewat pameran. Beberapa kali kami juga diundang mengikuti pameran ke luar negeri. Kami bangga bisa ikut mempromosikan batik, sekaligus memahami karakter pelanggan mancanegara. Selain itu, kami juga bergabung dalam Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) untuk mendapat wawasan baru dari para perajin. Promosi via online dan twitter sudah berjalan sejak tahun lalu, meski hasilnya belum maksimal. Tampaknya untuk beli baju, orang masih lebih senang datang langsung ke toko, mencoba sendiri dulu. Pengalaman saya, apa yang terlihat bagus di online memang belum tentu sama dengan aslinya.
Sulitkah bekerja sama dengan perajin?
Awalnya kami berkenalan dulu ke tempat mereka, ke Lasem, Kebumen, Madura. Tapi setelah beberapa tahun berjalan, kami sudah dipercaya dan bisa mendapat harga khusus. Kadang mereka datang ke toko kami membawa 3 karung batik, lalu ditinggal begitu saja tanpa ada catatan apa pun. Bisnis UKM modalnya memang kepercayaan. Itu yang kami jaga betul. Hubungan kami sudah seperti keluarga. Saat ini kami sudah punya perajin binaan di Kebumen. Kami ikut memberi masukan, terutama soal warna yang sedang tren dan disukai pelanggan.
Keuntungannya?
Meski berbisnis dari hobi, kami serius menjalankannya. Santai tapi pasti. Namanya bisnis tentu harus ada untungnya. Kami sudah balik modal di tahun ketiga. Keuntungan biasanya baru kami ambil saat mau liburan. Sebagian lagi diputar untuk modal beli kain.
Kenikmatan yang diperoleh dibandingkan kerja kantoran?
Kalau dulu, selagi masih kerja kantoran, enaknya saya tinggal datang ke kantor, kerja, dan tiap bulan terima gaji. Kalau punya bisnis sendiri, saya harus memutar otak untuk mengurus semua hal sendiri. Segi enaknya, waktu saya lebih fleksibel. Tidak perlu cuti kalau harus mendampingi anak ujian atau mau liburan. Kepuasan batin yang diperoleh jauh lebih besar daripada keuntungan finansial. Tidak hanya tambah teman, juga tambah saudara dari berbagai kalangan.
Saya bahagia bisa membantu sesama perempuan untuk hidup lebih baik. Salah satunya, kami bekerja sama dengan yayasan wanita korban KDRT di Bandung untuk memproduksi boneka batik. Kami juga mendidik beberapa penjahit lulusan SMK untuk memahami tren fashion dan menghasilkan kualitas jahit yang lebih sempurna.
Rencana ke depan?
Untuk internal, kami ingin punya butik yang bersebelahan dengan workshop. Supaya bisa lebih mudah berkoordinasi dan mengawasi penjahit. Ke depannya, kami tidak hanya ingin berbisnis, tapi juga ingin mengajak masyarakat kita untuk lebih menghargai batik. Selama ini kadang orang menilai batik lebih rendah daripada barang branded. Tidak banyak yang mengerti mana batik yang berkualitas. Kalau kita tidak mengenal karya seni budaya bangsa sendiri, bagaimana bisa mencintai dan melestarikannya?
Shinta Kusuma