"Pecandu narkotika bukan orang gila, juga bukan kriminal. Tapi kalau sedang sakaw, mereka bisa menjadi orang gila sekaligus kriminal," kata Deputi Bidang Rehabilitasi Narkotika Nasional (BNN) ini. Karena itu, untuk menghadapi pecandu yang sedang sakaw -istilah jalanan untuk pecandu yang sedang putus zat dan tubuhnya menagih asupan narkotika- bukan hanya dibutuhkan seabrek kesabaran, tapi juga saraf sekuat baja. "Kalau tidak, saya bisa ikutan jadi gila," cerita Diah, tertawa.
Berurusan dengan pecandu dan berbagai jenis narkotika memang merupakan makanan sehari-hari ibu tiga putri dan nenek empat cucu ini. Sebelum bertugas di BNN, ia pernah menjadi Direktur RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat) Jakarta, dan menjadi Direktur Bina Upaya Kesehatan Jiwa di Kementerian Kesehatan RI.
Menurut data terakhir, setiap harinya 33 orang di Indonesia mengembuskan napas terakhir gara-gara narkotika, baik karena overdosis (OD), tertular HIV/AIDS, maupun karena penyebab tak langsung (ditabrak mobil yang dikendarai pecandu). Jenis narkotika pun setiap saat terus bertambah. Saat ini dilansir ada 348 jenis di seluruh dunia, dan yang beredar di Indonesia sekitar 35 jenis.
Diah mengibaratkan pengalamannya menghadapi para pecandu di tempat rehabilitasi sebagai Kawah Candradimuka. Setiap harinya ia dan tim harus menghadapi para pecandu yang mengamuk, membentak-bentak, mengancam, merusak, berjualan narkoba (diam-diam atau terang-terangan), berbohong, dan sebagainya. "Bukan anak bukan keluarga, tapi semua itu mau tak mau harus kami hadapi. Dan kadang-kadang sangat mengiritasi emosi," katanya. Belum lagi bila harus menghadapi pihak keluarga, terutama yang masih bersikap denial. "Mereka menuntut seolah kami harus bisa memulihkan anak mereka secepat mungkin. Mereka lupa kalau anaknya jadi pecandu juga karena kelalaian mereka sebagai orang tua." Ia memang kurang setujua bila pecandu narkoba dijebloskan ke penjara, karena bisa jadi dipenjara mereka malah berkembang menjadi pengedar juga. Ia lebih suka mereka direhabilitasi, meskipun harus diakui faislitas rehabilitasi yang ada saat ini masih jauh dari memadai. Namun bila ada pecandu atau keluarga pecandu yang sampai meneror (Diah pernah sampai mengganti nomor teleponnya karena sering diteror orang tak dikenal), mengancam-ancam, atau menyandera -bahkan ada yang menodong anak buahnya dengan pisau atau pistol, Diah tak segan-segan memanggil polisi untuk menyeret mereka ke penjara.
Salah satu pecandu yang ia jebloskan ke penjara adalah salah satu cicit mantan presiden. Alhasil, tak jarang ia juga harus bertengkar dengan para pengacara yang mewakili pecandu yang ia jebloskan ke panjara. Tak takutkah ia? "Kadang saya memang senang nantang-nantang bahaya," kata wanita yang kini sedang mengurus program pendidikan S-3-nya ini, tertawa.