
Kita juga bisa membuka dunia baru bersama orang-orang baru dalam sebuah organisasi, misalnya. Tak ada aturan harus membatasi hidup kita dalam kotak empat sisi bernama dinding rumah—dan tidak menikmati hidup. Jangan lupa, kita ini juga mahkluk seksual.
Kata Muhlbauer dan Chrisler, perempuan memahami dirinya sebagai mahkluk seksual—pemikirannya tentang makna seks, dan kesadarannya akan dorongan seksnya dibangun oleh budaya. Seks sama dengan intimacy (ikatan emosi), dan bagi perempuan, dorongan seks tidak mengenal batas usia.
Karena seks sama dengan intimacy, maka seks one night stand atau casual sex bukan pilihannya (setidaknya bukan yang utama). Sebagai mahkluk seksual, ketika kita tidak lagi memliki pasangan, kita tidak perlu menciptakan batasan-batasan yang merupakan hasil konstruksi sosial: “Sudah tua” “tidak pantas” atau “jangan jadi nenek genit.” Kita bersikap kejam pada diri sendiri dengan menggunakan batasan itu, padahal kebutuhan untuk dicintai dan membalas cinta itu mulai mendesak keluar. Kalaupun batasan itu kita langgar, hukum apa, sih, yang kita langgar?
Saya ingat tulisan Erich Fromm, psikiater dan filsuf abad ke-20 dalam buku The Art of Loving. Menurut Fromm, manusia tidak bisa hanya berhubungan dengan diri sendiri terus-menerus. Ia tidak akan pernah bisa berkembang. Itu sebabnya, manusia akan memilih satu orang untuk menjadi teman hidupnya, dan bersama orang itu ia memperkaya hidupnya. Ketika usia muda berlalu, betul bahwa kemudaan tak dapat diraih kembali.
Perubahan fisik yang menghambat mobilitas kita hanyalah sebagian kecil dari perubahan itu. Tapi kecantikan seorang perempuan tetap bisa ditemukan jejaknya di usia menjelang senja (dengan catatan rajin merawat diri). Begitu pula tubuh yang seksi.
Riset Muhlbauer dan Chrisler menyebutkan, di usia 50-an komposisi lemak tubuh pada perempuan menjadi 45%, dan 55% di usia 60-an. Pengumpulan lemak terjadi di bagian dada dan pinggang sehingga mengubah bentuk tubuh. Asalkan rajin berolahraga, tubuh akan terawat dengan baik dan tetap seksi. Terpilihnya Monica Bellucci menjadi kekasih James Bond membuktikan bahwa perempuan usia 51 tahun masih memiliki daya tarik seksual, kan?
Kehilangan kemudaan, perubahan bentuk tubuh, dan tidak dibutuhkan lagi oleh anak, tak harus diartikan kehilangan segalanya. Bagi perempuan usia lewat tengah baya, pengalaman hidup dan banyaknya pengetahuan telah memperkaya intuisinya sehingga ia tetap mampu menghadapi berbagai masalah dengan lebih bijak.
Jadi, kita punya pilihan akan menjadi perempuan seperti apa. Kita bisa mengurung diri dalam kesepian, menyangkal semua kebutuhan kita, dan membiarkan diri kita menjadi masa lalu: Dulu pintar, dulu cantik, dulu seksi, dulu bodinya keren, dan sederet ‘dulu’. Sambil gelisah, menangisi semua keterbatasan kita sampai ajal menjemput.
Atau, kita bisa menerima keterbatasan dengan lapang dada tanpa menjadikannya sebagai belenggu. Kita menyikapi kondisi itu sebagai ‘kebebasan baru.’ Kita masih bisa menggali kelebihan yang kita punya, tetap menjalin relasi dengan teman-teman semasa muda, dan mencari aktivitas bermakna di luar rumah yang membuat kita tetap terhubung dengan orang lain. Kita tetap menghargai diri kita yang sekarang.