
Gerbang bagi yang baik, juga yang buruk
Pada akhir September 2016, Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa telah terjadi peningkatan signifikan di ranah cybercrime. Dalam rentang 2014-2015, tingkat cybercrime meningkat sebanyak 389% (data Global Security Index). Jokowi mengatakan bahwa sebagian besar merupakan kasus penipuan jual-beli. Tapi, tentu saja, ada yang lain.
Pornografi dan ‘prostitusi’ online yang dilakukan Luna adalah salah satunya. Tanda kutip digunakan karena biasanya transaksi tidak dilakukan langsung di aplikasi, melainkan via pesan singkat pasca bertukar nomor kontak.
Ada juga kasus pelanggaran privasi yang dilakukan para penipu. Beberapa waktu lalu, kita mendengar kasus Chandra, seorang dokter gadungan yang berhasil meminta foto-foto bugil korbannya. Dokter gadungan itu telah mengamati calon korban (profiling) dan membangun kepercayaan (grooming) selama tiga bulan, sebelum melancarkan aksinya. Ini hanya satu contoh betapa seriusnya seorang kriminal dalam ‘berburu’.
Contoh lain dari cybercrime adalah kekerasan terhadap anak, termasuk bullying. Menurut hasil Convention on the Rights of the Child No.13 dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), definisi kekerasan anak meliputi: Segala bentuk kekerasan fisik dan mental, penelantaran dan perlakuan buruk, eksploitasi, termasuk pelecehan seksual.
Menurut data Badan Pusat Statistik Indonesia, sekitar 42% anak-anak pernah mengalami cyberbullying, 35% pernah diancam secara online, dan 58% mengaku bahwa mereka pernah mengalami pelecehan dan penghinaan secara online.
Masalahnya, 58% anak tersebut juga mengaku tidak melaporkan hal tersebut kepada orang tua atau guru. Rentannya anak terhadap praktik kekerasan di internet juga mengkhawatirkan karena, selain infrastruktur dan regulasi-regulasi pemerintah yang belum matang, literasi orang tua dan guru masih rendah. Padahal, di sisi lain, pengguna gadget dan internet dari kalangan anak terus berkembang.
Kinanti Pinta Karana, Communication Specialist dari UNICEF Indonesia, mengatakan bahwa saat ini Indonesia merupakan pengguna internet mobile terbesar keempat di dunia. “Dan mayoritas pengguna baru merupakan anak-anak.”
Internet memang memberikan akses yang potensial bagi pendidikan dan perkembangan, namun ia juga membawa kekhawatiran terhadap keselamatan anak. “Tidak adanya supervisi membuat anak rentan terhadap kekerasan, penyalahgunaan dan eksploitasi, yang terkadang datang lewat cara-cara yang sukar diantisipasi orang tua,” jelas Kinanti.
Dan di sinilah peran serta masyarakat dibutuhkan. “Selemah-lemahnya iman, kita bisa membantu dengan melaporkan atau memblokir jika menemukan konten yang kurang pantas dilihat anak-anak, atau yang mengancam keselamatan mereka,” ujar Widuri setengah berseloroh.
Dengan pro-aktif dalam menerapkan internet sehat, maka secara tidak langsung mereka telah membantu melindungi anak-anak Indonesia, termasuk anak mereka sendiri. Lagi pula, rasanya tidak semua orang perlu mengenal yang namanya Luna.