
Setiap anak punya hak untuk bebas dari bullying, apalagi di lingkungan sekolah.
Kenyataannya, tak sedikit anak yang terus-terusan menjadi korban bullying. Awalnya bercanda, akhirnya malah jadi bulan-bulanan. Menjadi objek bulan-bulanan teman di sekolah tak hanya menakutkan tapi juga tidak menyehatkan buat anak. Menurut penelitian, anak-anak yang sering diganggu temannya seperti ini cenderung menderita sakit perut, mengompol, kelelahan, gelisah, dan depresi.
“Stres terhadap apa yang terjadi bisa memicu gangguan tidur dan kehilangan selera makan, serta pada akhirnya menimbulkan gejala penyakit tertentu,” kata Robert Sege, M.D., ketua pengobatan anak dan dewasa umum di Tufts University. “Sakit mereka benar-benar nyata, bukan sekadar psikosomatis.”
Jika anak Anda mengalami salah satu gejala tersebut, ditambah tanda lain yang perlu diwaspadai, seperti tiba-tiba membenci sekolah, coba selidiki pelan-pelan untuk mengetahui apakah anak sedang menjadi korban bullying.
Lontarkan beberapa pertanyaan setiap kali ia pulang sekolah. Misalnya, "Apakah terjadi sesuatu yang menyenangkan atau tidak di sekolah pada hari ini?" "Apa yang kamu lakukan pada jam istirahat?" "Sayang, kok, terlihat sedih, apa yang terjadi di sekolah?"
[Baca juga tentang drastisnya perubahan perangai pada anak yang dibully]
Jika akhirnya Anda mendapat jawaban bahwa si kecil jadi korban bullying di sekolah, laporkan kepada guru pembimbing atau kepala sekolah. Mereka bisa menelusuri akar masalah dan melindungi anak dengan berbagai strategi, seperti si kecil harus berada dalam wilayah pengawasan selama istirahat.
Satu lagi, hati-hati jika bullying terjadi di transportasi antar-jemput sekolah anak. Di Amerika, kasus bullying di dalam bus sekolah merupakan masalah yang amat sering dihadapi para pendidik. Tindakan bullying yang ditemukan di bus sekolah beragam intensitasnya, mulai dari hinaan—misalnya mengejek penampilan seorang anak, perampasan—seperti mengambil jatah makanan atau uang saku, sampai kekerasan fisik. Itu semua bisa terjadi karena tidak ada pengawasan dari orang dewasa yang memiliki otoritas, selama di perjalanan.
Di dalam negeri, peristiwa bullying di dalam mobil transportasi ke sekolah juga bukan lagi barang baru. Anda yang dulu pernah menumpang mobil jemputan barangkali familiar dengan perilaku anak-anak sekolah yang saling bertukar ejekan atau beradu jotos selama di perjalanan. Jagat media sosial juga sempat heboh oleh pengakuan seorang wanita yang menyaksikan adegan pengeroyokan seorang siswa di dalam mobil jemputan sekolah dari kaca belakang mobil, pada saat kondisi jalan sedang macet.
Yang lebih miris, pengemudi mobil jemputan seolah tak ambil pusing ketika peristiwa tersebut disampaikan kepadanya oleh wanita yang menyaksikan kejadian itu dari mobil di belakangnya. Sedihnya lagi, peristiwa tersebut terjadi pada pagi hari, dalam perjalanan anak-anak tersebut menuju sekolah. Jangankan untuk berkonsentrasi mendengarkan penjelasan guru di kelas, semangat anak yang menjadi korban bullying pasti sudah anjlok sebelum kakinya menginjak halaman sekolah.
Anda harus bertindak jika sekolah diam saja, atau untuk masalah di jemputan, sopir dan pengelolanya tidak melakukan apa-apa. Untuk si kecil, jika perlu, ajak dia berkonsultasi dengan terapis. Selain memulihkan gejala, cara ini dapat jelaskan kepada anak bahwa bullying bukan salahnya. Mengetahui itu saja bisa membuatnya merasa lebih baik.
[Tonton juga apa kata para selebriti tentang bullying di sini]
Klik artikel asli di sini
Sumber: Parenting.co.id