
Emosinya berubah seperti jetcoaster. Bagian dari proses perkembangan yang normal, tapi bisa menjadi gangguan mental bila tidak disikapi dengan tepat.
Anak perempuan remaja saya berangkat ke sekolah dengan semangat, tapi siang hari pulang sambil cemberut. Ia mengunci diri di kamar, tidak keluar sampai lewat jam makan siang. Belum berakhir di situ, sore harinya ia masih bad mood dan menghabiskan waktu untuk memotong kuku di saat guru piano sudah berdiri di depan pintu rumah.
Dalam bentuk lain, putra sulung saya juga sempat mengalami gejolak emosi yang sulit dipahami. Bertingkah semau-maunya, ngamuk kalau ditegur, atau melawan diam-diam. Ini kenapa, sih?
Kerja hormon
Tubuh mereka sebenarnya sedang mengalami gejolak. Hormon-hormon yang mulai aktif, menumbuhkan rambut di bagian tubuh tertentu. Pada anak perempuan, hormon juga memperbesar buah dada yang membuat mereka malu berdiri tegak. Pubertas pada remaja putra pun menimbulkan mimpi basah, mengubah suara; dari sopran menjadi bariton yang bikin mereka merasa serba salah. Badan yang tumbuh menjulang juga kerap membuat mereka tidak pede berada di antara teman-teman yang masih imut.
Berbagai perubahan ini ibarat menambah daftar hal yang perlu mereka khawatirkan. Sebagai anak mereka cuma khawatir pada kemarahan Anda atau prestasi di sekolah. Begitu puber, tidak mendapat perhatian dari cowok yang ia suka bisa bikin remaja perempuan minder seketika. mengunci diri di kamar, dan bercermin berjam-jam.
Soal naksir-naksiran ini, baik anak laki-laki maupun perempuan, jadi rajin memeriksa dirinya dari ujung kepala sampai ujung kaki: Jangan-jangan belahan rambutku salah, jerawatku, hidungku, atau dadaku terlalu gede? Mengapa aku tidak diterima geng dia? Aku terlalu kudet (alias kurang update), atau nggak cool?
Yang bisa kita lakukan sebagai orang tua adalah menjadi role model bagi mereka dalam menyikapi berbagai permasalahan. Tunjukkan kepada anak cara mengatasi persoalan tanpa keluh-kesah. Libatkan anak dalam proses mengatasi masalah di rumah, misalnya minta bantuan anak memanggil tukang servis AC ketika AC di kamarnya rusak, atau membawa kucingnya ke dokter. Mampu mengatasi masalah akan membuatnya merasa lebih berharga.
Transisi otak
Dulu, karena ingin memahami perubahan pada remaja laki-laki saya, saya membuka sebuah jurnal Society for Neuroscience. Beruntung saya menemukan sebuah riset yang memberi tahu saya bahwa otak anak remaja sedang mengalami perubahan, mengalami proses pendewasaan menyerupai otak orang dewasa. Dalam masa transisi inilah peran orang tua sangat menentukan, apakah anak kita akan tumbuh menjadi orang dewasa muda yang sehat, atau sebaliknya, mengalami gangguan mental.
Ini adalah masa yang sangat krusial. Karena itu, cobalah menjadi pendengar bagi mereka, dan bukan menjadi orator. Anak usia ini semakin dinasihati akan semakin menjauh, dan ujungnya tidak percaya Anda lagi. Kalau mau bicara, berbicaralah seperti kepada orang dewasa, bukan kepada anak-anak. Terhadap anak remaja kita harus memikirkan betul apa yang akan kita katakan.
Bantuan penting lain adalah memastikan anak Anda makan dan tidur cukup. Perkembangan maksimal sangat ditentukan oleh kesehatan tubuh dan istirahat, karena pertumbuhan terjadi saat tidur. Untuk membuat anak lebih happy, ajak dia berolahraga untuk membantunya menghasilkan hormon endorfin, hormon rasa nyaman, dan mengalihkan perhatian agar tidak melulu terpaku pada persoalannya sendiri.
Satu lagi yang penting untuk Anda lakukan: Jangan menambah lagi tekanan pada mereka. Lomba catur itu perlu, tapi kalaupun tidak juara umum, dunia belum berakhir, kan? Tampil salah-salah sedikit saat konser, biar saja karena hanya ia (dan Tuhan) yang tahu. Yang penting, di masa transisi ini, mereka bisa tetap pede mengeksplorasi berbagai hal positif di luar sana!