.jpg)
Generasi Milenial memang generasi yang dimanjakan; oleh zaman dan teknologi. Mereka dibesarkan oleh generasi orang tua yang dulu masih mengalami zaman susah dan harus bekerja keras untuk bisa survive dan sukses. Akibatnya, mereka tak mau anak-anak mereka mengalami kesusahan yang mereka alami dulu, dan berusaha memberi berbagai fasilitas meringankan jalan anak-anak mereka untuk menghadapi hidup.
Teknologi yang makin canggih juga turut meringankan Generasi Milenial dalam melakukan berbagai pekerjaan fisik dan otak. Tak heran bila generasi ini tumbuh dengan prinsip ‘kalau ada jalan yang lebih mudah, kenapa harus pilih yang sulit?’.
“Generasi Milennial pada umumnya, dan pria milenial khususnya, menganggap bahwa kebahagiaan mereka lebih daripada kebahagiaan orang lain. Pria milenial juga menganggap mereka berhak atas popularitas, karena itu banyak di antara mereka bermimpi untuk jadi orang terkenal kelak. Mereka senang menjadi pusat perhatian dan tak mau bersakit-sakit dahulu dalam menjalani hidup, kalau ada ada pilihan lain yang lebih mudah,” kata Denise Delahorne dari DDB Amerika Serikat.
Tapi saya pribadi berusaha melihat fenomena itu dari sisi lain. Menurut saya, Generasi Milenial adalah produk dari generasi orang tua yang umumnya sudah cukup terpapar kampanye persamaan gender. Anak laki-laki dan anak perempuan tidak lagi banyak dibedakan, baik dalam pola pengasuhan maupun dalam mendapatkan pendidikan.
Alhasil, Generasi Milenial tumbuh menjadi orang-orang yang lebih gender equal. Bagi mereka, tidak berlaku lagi ‘ladies first’. Priority treatment yang masih bisa mereka terima adalah bila diberlakukan untuk orang lanjut usia, orang dengan disabilitas, serta wanita hamil atau wanita dengan bayi/balita. Di luar itu, semua harus diperlakukan dengan sama, apa pun gendernya. Termasuk dalam urusan finansial.
[Baca ini agar Anda bisa bersaing dengan Generasi Milenial]