
Celetukan-celetukan dan gaya spontannya yang lucu membuatnya sering dianggap sebagai komedian. Namun Sarah menganggap dirinya belum pantas disebut komedian. “Di mata saya, komedian itu orang yang hebat dan sangat cerdas, karena secara spontan bisa men-switch semua hal menjadi sesuatu yang lucu tanpa harus menyinggung perasaan orang lain. Tapi, kebanyakan orang yang mengaku komedian, terutama di Indonesia, masih melucu dengan cara mempermainkan orang lain, atau bahkan menghina secara fisik,” katanya. Sarah akan menjadi serius bila pembicaraan sampai ke masalah anak dan keluarga.
Dua hal ini memang merupakan prioritas hidupnya. Bagi Sarah, menjadi ibu adalah sebuah tugas besar yang harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Mandiri adalah sikap yang ingin ia wariskan kepada anaknya. “Sejak kecil hingga remaja saya tinggal di luar negeri. Kami tak pernah punya PRT, sehingga kami terlatih untuk mengerjakan berbagai pekerjaan, mulai dari membersihkan rumah, cuci piring, sampai cuci mobil. Sejak kecil Rajata juga saya ajarkan untuk membereskan kamarnya sendiri. Bahkan setiap weekend (saat PRT diliburkan), dia sudah bisa menyiapkan sarapan sendiri dan mencuci piring dan gelasnya sendiri,” ceita Sarah. Ia juga memberlakukan aturan hanya boleh menggunakan ponsel di akhir minggu. “Untungya dia anak yang easy. Dia hanya perlu diberi pengertian dan alasan mengapa saya melarangnya.”
Meskipun senang bercanda dan bicara ceplas-ceplos, sesungguhnya Sarah orang yang menjaga privasi. Ia mengaku punya banyak teman, tapi hanya punya sedikit sahabat. “Saya juga tidak gampang memberi tahu alamat rumah saya pada orang lain,” katanya. Ia mengaku bertipe planner, bukan go-show. “Kalau diajak berlibur tanpa itinerary yang jelas, lebih baik saya tidak jadi pergi, deh. Mungkin pada dasarnya saya bukan tipe avonturir.” Berani terjun payung? “Tidaaak…, nanti payungnya nggak terbuka!” Berkemah di tengah hutan? “Terima kasih, pasti susah p*p.” Diving? “Saya punya lisensi diving, tapi untuk di kolam renang. Pernah, sih, mencoba diving di laut sewaktu kami sekeluarga island-hopping di Flores. Tapi ternyata dunia bawah laut itu gelap ya…. Saya langsung naik lagi dan nggak jadi diving… ha ha ha.…”
Menjaga kesehatan juga menjadi kepeduliannya. Ia berlangganan katering sehat untuk dirinya dan keluarganya. Ia rutin berlatih yoga dan pilates seminggu sekali, dan latihan push-up serta squat selama setengah jam setiap hari. “Rajata dan Neil juga sama-sama suka olahraga. Apalagi Neil dulu seorang atlet senam. Saya senang melihat mereka berdua asyik main basket di halaman,” cerita Sarah dengan sorot mata berbinar.
Kehadiran Neil dalam hidup Sarah memang memupus kekhawatirannya selama ini. Setelah gagal dalam perkawinan pertama, ia sempat bimbang untuk berumah tangga lagi, karena takut akan gagal lagi. Karena itu, ia membutuhkan masa pengenalan sampai tiga tahun sebelum merasa mantap untuk menikah dengan Neil. “Semoga ini yang terakhir dan tidak pernah ada yang ketiga!” katanya antara berteriak dan tertawa.
Life is...? “Breathing and moving. Sebetulnya itu life wisdom (almarhum) ayah saya, tapi saya menyukainya. Saya ingin bisa selalu menikmati hidup, tidak ngoyo dalam mencapai sesuatu, tapi tetap melangkah maju,” katanya menutup bincang-bincang kami.
Foto: Hendra Kusuma
Pengarah gaya: Erin Metasari
Busana: Michael Michael Kors
Rias wajah: Ira Sumardi
Tata rambut: Bhuto
Sebelumnya: Kesempatan Kedua Sarah Sechan