Menu khas Yogya, brongkos, atau menu Jawa Timur, rawon, jadi pilihan siang itu.
Brongkos semacam semur dengan isi tahu dan telur rebus, dan kuah dengan sedikit rasa pedas. Sementara rawon disajikan dengan padanan telur asin dan sambal yang wueenakkk. Enaknya brongkos membuat saya tak terasa menambah kerupuk hingga tiga kali, ha ha.
Minumnya? Segelas besar es teh alias teh manis dingin, yang harum dan melengkapi cita rasa sajian makan siang.
"Saya tak menyangka kalau studio saya jadi salah satu destinasi wisata di Yogya," cerita Lulu, mengomentari nama studionya yang pasti ada di daftar pencarian alamat taksi online.
Awalnya ia keberatan jadi destinasi wisata, apalagi tak semua yang datang tertarik membeli karyanya. Namun lama-lama Lulu menyadari bahwa memberi pengalaman baru bagi orang lain adalah salah satu bentuk berbagi.
Tak heran sambil menemani kami makan siang, ia juga menemui klien yang datang. Siang itu, seorang ibu dan tiga putrinya kompak membeli koleksi Lulu, sebelum mereka kembali ke Jakarta.
"Paling enak mampir ke studio saya begitu datang dari bandara, atau waktu mau ke bandara. Dari sini ke bandara cuma 15 menit," kata Lulu.
Lulu bercerita, pernah ada sekelompok wanita yang dari bandara singgah dulu ke butiknya, janjian beli baju Lulu, untuk kemudian melakukan sesi foto, dengan baju rancangan Lulu. "Mereka bawa fotografer juga. Seru, ya," ceritanya.
Di Lulu Lutfi Labibi Studio, kami merasa waktu seakan melambat. Di antara canda dan aroma dedaunan basah karena hujan, kami menikmati siang itu dengan senang hati. Jangan bosan jika suatu hari kami datang lagi, ya Lulu....
Foto: Nabila Kariza, Rama Dimas, Dhanny Septianto