Harus seimbang
Untuk menjadi seorang social entrepreneur, hal paling mendasar yang harus dimiliki adalah kepedulian sosial yang tinggi dan bukan keterpaksaan, apalagi sekadar ikut-ikutan. Karena, sekadar memiliki suatu usaha tidak berarti seseorang sudah layak disebut seorang entrepreneur atau pengusaha. Menjadi entrepreneur membutuhkan kemampuan berinovasi dan melihat peluang bisnis yang tidak dilihat orang lain. Selain itu, dia juga harus memiliki kualitas diri tertentu, seperti berani ambil risiko dan ulet menghadapi tantangan.
Sedangkan seorang social entrepreneur harus mampu membagi perhatian antara mengelola usaha yang menguntungkan sekaligus melakukan aktivitas sosial. Zainal Abidin, Direktur Social Entrepreneur Academy, menyatakan, “Banyak kasus terjadi, orang menjalani social enterprise akhirnya malah menjadi seperti lilin yang menyinari sekelilingnya tapi membakar dirinya sendiri. Maksudnya, saking memprioritaskan beramal, ia jadi mengabaikan urusan cari untung. Kalau bisnisnya tak bisa berkembang, otomatis kegiatan sosialnya pun terhambat.” Sebaliknya, perlu diwaspadai pula agar di tengah jalan kita tak malah tergiur meraup keuntungan sebesar-besarnya dan mulai mengurangi porsi untuk akivitas sosial.
Karena harus memikirkan sumbangan sosial, banyak orang khawatir bahwa social enterprise akan berkembang lebih lambat dibandingkan perusahaan komersial umumnya. “Kalau perusahaan ‘kapitalis’, seluruh keuntungannya diputar lagi untuk mengembangkan perusahaan. Sementara social enterprise menyalurkan sebagian keuntungan untuk aktivitas sosial. Meskipun keuntungan jadi berkurang, dia akan mendapatkan kebahagiaan yang tak terukur dengan materi, karena bisa memberdayakan orang lain,” papar Rhenald. Ia menambahkan, “Dan percayalah, jika kita menolong orang lain, akan ada 'tangan-tangan tak terlihat' yang selalu siap menolong kita.”