Sebelum memasuki Kota Bukittinggi, saya membelok sejenak ke Danau Maninjau yang tekenal dengan Kelok 44-nya. Setiap kelok (belokan) diberi tanda angka 1 hingga 44. Dari arah ini, penghitungan kelok dimulai dari angka 44 dan berakhir di angka 1. Dan memang, kelokannya sungguh yahud! Beberapa kelokan tajam bahkan bisa langsung berputar 180 derajat. Lumayan mengocok perut bagi orang-orang yang rentan mabuk perjalanan. Dan kebanyakan juga kelokan yang landai. Ada yang menanjak tajam, atau menurun drastis. Tak heran jika para peserta balap sepeda Tour de Singkarak menjuluki Kelok 44 sebagai 'jalur neraka'!
Sayangnya, sebagian pemandangan Danau Maninjau sudah agak sulit dinikmati. Sekelilingnya sudah dipenuhi rumah dan toko. Hampir tidak ada ruang untuk duduk-duduk menikmati keindahan danau. Sebenarnya saya disarakan untuk mencicipi ikan Rinuak (semacam teri) khas Danau Maninjau. Tetapi karena sulit mendapatkan tempat untuk berhenti, terpaksa saran tersebut saya lewatkan.
Terdapat tiga danau besar di Sumatera Barat: Maninjau, Singkarak, dan Danau Kembar (lebih dikenal dengan nama Danau di Atas dan Danau di Bawah). Setiap danau dihuni jenis ikan yang khas. Danau Maninjau terkenal dengan ikan Rinuak, sementara di Singkarak terkenal dengan ikan Bilih.
Kembali ke Bukittinggi, lagi-lagi saya harus menghadapi kelokan-kelokan tajam yang sama, tapi kali ini lebih banyak menanjaknya. Saya merasa, sebenarnya ada lebih dari 44 kelok. Tapi tampaknya si pembuat tanda nomor sudah terlalu mabuk untuk menghitung kelok selebihnya.
Amanda Setyorini
Foto: Dok. Pribadi