Penyebab gangguan bipolar bersifat multifaktor. Bisa disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor genetik, seperti adanya gangguan saraf otak, cenderung impulsif dan emosi labil. Bisa juga dipicu oleh faktor eksternal, misalnya karena tinggal bersama orangtua atau saudara yang memiliki gangguan bipolar, mengalami kejadian traumatis yang menimbulkan stres berat seperti: perceraian, kematian orang yang dicintai, atau kegagalan dalam karier.
Namun pada praktiknya, mendiagnosis gangguan bipolar tidaklah mudah. Tampilan pengidap GB relatif bervariasi. Orang-orang di sekitar mereka semula tidak ngeh bahwa ini sebuah gangguan serius. Sekilas mereka hanya dianggap “lebay” alias berlebihan. Emosi mereka yang sering meledak-ledak dianggap hal biasa karena sudah dianggap sebagai sifat bawaan yang tak bisa diubah. Masalah baru timbul ketika orang-orang di sekitarnya mulai mengeluh ketika tak berdaya menangani perilaku mereka yang sudah kelewat batas dan membahayakan diri mereka. Misalnya berulang kali melakukan percobaan bunuh diri, mabuk-mabukan, ngebut di jalan atau menghambur-hamburkan uang untuk berbelanja segala rupa yang akhirnya membuat pasangannya bangkrut.
Para ahli pun terkadang salah mendiagnosis GB dengan gangguan jiwa lainnya seperti skizofrenia atau split personality (kepribadian ganda). Akibatnya terapi yang diberikan jadi tidak mengena sasaran. Inilah yang ikut memperparah kondisi pengidap GB. “Yang terdeteksi GB baru sekitar 20%, padahal sebenarnya banyak orang yang belum sadar akan gangguan ini dan mau berkonsultasi ke psikiater,” kata dr. Suryo Dharmono, SpKJ (K) psikiater dari RS Cipto Mangunkusumo.
Jika tidak ditangani dengan benar, GB tidak hanya mampu mengubah kepribadian seseorang, tetapi juga berimbas pada menurunnya kinerja di kantor, rusaknya hubungan mereka dengan orang-orang terdekat, dan akhirnya mengganggu kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Menurut sebuah penelitian, angka perceraian pada kelompok gangguan bipolar tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok orang normal. Bahkan hasil penelitian sepuluh tahun terakhir ditemukan data yang menunjukkan orang dengan GB mempunyai risiko tinggi meninggal di usia muda akibat depresi berkepanjangan yang menimbulkan komplikasi pada kesehatan fisiknya, kecelakaan atau bunuh diri.