Pemandangan Pantai Lampuuk sungguh berbeda dari hiruk-pikuk kota Banda Aceh. Hamparan pasir putih yang indah berpadu dengan gulungan ombak yang cantik, seolah-olah memanggil kami untuk segera terjun bermain air di dalamnya. Saat bencana tsunami 2004, pantai ini disapuratakan oleh gelombang besar yang menghancurkan seluruh permukaan pantai. Lebih dari separuh jumlah penduduk tewas dalam bencana tersebut. Akan tetapi, pemandangan yang saya saksikan ketika tiba di sana sungguh tidak dapat dipercaya. Keindahan alam yang begitu memukau dan suasana pantai yang begitu cerah membuat saya seakan tidak percaya bahwa bencana tsunami pernah menghancurkan segalanya.
Pantai Lampuuk adalah salah satu tujuan wisata keluarga di Aceh. Banyak penduduk lokal maupun wisatawan internasional datang kemari untuk berselancar, berenang, berjemur, dan bermain bola di pinggir pantai. Saya juga melihat beberapa keluarga bersantai sambil menyantap hidangan yang mereka bawa di saung-saung kecil yang tersebar di sepanjang pantai. Yang istimewa dari Pantai Lampuuk adalah perpaduan dua keindahan alam yang bisa dinikmati dalam satu tempat. Di sini kita bisa menikmati suasana pantai dengan latar belakang pegunungan yang hijau dan asri. Ujung Pantai Lampuuk berbatasan langsung dengan tebing tinggi, rasanya seperti melihat gunung, pantai, dan langit bertemu dalam satu horizon. Luar biasa!
Setelah puas bermain di pantai, kami kembali ke kota untuk menikmati sie kambing dan es mentimun sebagai santap siang. Sie kambing rasanya mirip gulai kambing, sedangkan es mentimun mirip es blewah yang dagingnya dikeruk tipis plus sirop gula yang segar. Selepas makan siang, kami pun berpisah dengan Ali dan Rizal. Kami harus segera ke Pelabuhan Ulee Lheue untuk mengejar kapal ferry yang akan mengantarkan kami ke Balohan, Pulau Weh.
Teks & foto: Firly Afwika