Lebih baik di rumah sendiri?
Mungkin dari sisi anak, hampir semua orang sependapat dengan Sari. Bagaimanapun, sudah
sewajarnya seorang anak merawat orang tuanya sendiri. “Rasanya kok kurang pantas ya,” kata
Mirna, pengusaha katering yang tak rela ‘menitipkan’ ibunya di panti werdha. Meskipun beberapa
tahun terakhir ia sulit berkomunikasi dengan sang ibu (karena penyakit Alzheimer), ia tetap
ingin merawatnya sendiri. “Ada suster khusus yang stand by menjaga. Saya juga meminta perawat
dari klinik gerontologi untuk memeriksakan kesehatan beliau secara berkala,” tambah Mirna.
Anna Yanuar (40), seorang konsultan humas, merasa tidak tega jika membayangkan orang tuanya
tinggal di tempat ‘asing’ seperti panti werdha. Karena masih tinggal serumah dengan ibunya,
ia terpanggil untuk merawat ibunya sendiri. “Apalagi sejak setahun terakhir, ibu harus cuci
darah rutin,” ujarnya. Sebenarnya bisa saja ia menyewa seorang suster, tetapi ada rasa yang
mengganjal melihat orang tuanya diurus orang lain. Untunglah tempatnya bekerja cukup fleksibel
jika ia harus bolak-balik mengantar ibunya ke rumah sakit.
Dana (42), merasa beruntung karena setiap hari bisa menengok ayahnya yang tinggal tak jauh
dari kantornya. Seperti kebanyakan wanita karier, ia sengaja menitipkan anak-anaknya di rumah
sang ayah. “Saya lebih tenang kalau ada orang tua yang ikut mengawasi anak-anak,” kata manajer
pemasaran di sebuah perusahaan periklanan itu. Bukan ingin merepotkan, tetapi ia melihat
ayahnya cukup terhibur dengan kehadiran cucu-cucunya. “Mereka seperti mainan baru untuk ayah
saya,” jelas manajer pemasaran di sebuah majalah wanita terkemuka ini.
Mirna, Anna maupun Dana berpendapat lebih baik merawat orang tua di rumah sendiri atau rumah
salah seorang anaknya. Mungkin benar, di satu sisi kita bisa memonitor kondisi kesehatan orang
tua dan menjaga agar mereka lebih nyaman di rumah sendiri. Tetapi, pernahkah kita membayangkan
keseharian mereka yang hanya berada di dalam rumah, tanpa kegiatan dan tanpa teman bicara?
Shinta Kusuma