Manfaatkan sebaik-baiknya
Jangan kacaukan cuti setahun dengan liburan. Anda bukan cuti untuk bersenang-senang, maka manfaatkanlah masa lowong itu sebaik-baiknya. Katakanlah, tujuan Anda cuti adalah untuk menemani anak-anak di saat mereka membutuhkan kehadiran Anda. Nah, sementara mereka bersekolah atau terlibat dalam aktivitas lain, Anda sendiri bisa menambah ilmu dengan mengikuti kursus, atau --kalau sempat-- program Master. Maka, Anda membuktikan pada calon atasan Anda kelak, bahwa Anda tidak membuang-buang waktu.
Kalau Anda terlibat dalam program relawan, Anda perlu menunjukkan bahwa kegiatan tersebut membantu mengembangkan bakat kepemimpinan atau kemampuan memberi konseling. Para bos diam-diam suka melihat indikasi adanya jasa kemanusiaan dalam resume calon karyawan, khususnya bila Anda terlibat dalam organisasi dunia seperti Palang Merah Internasional.
Baca juga buku-buku atau artikel sekitar profesi Anda. Kalau ada kesempatan untuk bekerja lepasan, lakukanlah. Bukan semata-mata demi uangnya, tapi pekerjaan ini membuat Anda tetap up to date dan bisa mengenali berbagai perubahan dalam bidang kerja Anda. Naluri Anda pun tetap terasah, dan kelak Anda juga yang ‘untung’. Anda bisa lebih piawai bernegosiasi dengan calon atasan Anda.
Jangan mencoba menutupi cuti setahun itu dengan mengosongkannya dalam resume Anda, dengan harapan calon atasan Anda tidak akan bertanya-tanya. Bisa-bisa Anda disangka telah di-PHK dari pekerjaan semula, atau bahkan mendekam setahun di penjara!
Jelaskan kekosongan setahun itu dengan istilah-istilah seperti: 'memperdalam ilmu dengan studi di perpustakaan', 'menjadi relawan untuk korban bencana alam, atau 'cuti kerja untuk merawat orang tua yang sakit parah'. Anda bahkan dapat menuliskan catatan dalam resume Anda, “Saya bersedia menjelaskan tujuan dan kegiatan cuti setahun ini dalam kesempatan wawancara.”