Fenomena nostalgia adalah momen yang kompleks namun menakjubkan. Ketika kita mendengar lagu lama di masa pacaran dulu, pikiran kita bisa langsung memutar kembali sebuah 'film romantis', adegan demi adegan kita bersama kekasih (kekasih zaman itu, tentunya). Perasaan kita pun ikut terhanyut, bahkan kembali merasakan debaran yang sama seperti dulu. Atau, di saat Anda makan rendang, timbul rasa kangen luar biasa pada rumah masa kecil Anda di kampung, pada saat-saat Anda menemani ibu memasak rendang berjam-jam setiap menjelang Lebaran.
Begitulah nostalgia akan selalu merekam jejak ingatan kita tentang segala peristiwa hingga emosi yang dirasakan pada suatu saat. Peristiwa-peristiwa yang punya makna khusus atau melibatkan emosi tertentu akan punya ruang tersendiri dalam 'lemari' ingatan kita, dan biasanya lebih mudah 'ditemukan' bila diperlukan. Seperti dijelaskan dalam laporan riset Mariya Simakova, peneliti neurobiologi dari Amerika Serikat, otak kita menyimpan ingatan dalam suatu kelompok (episode). Sehingga jika kita melihat satu clue (tanda) saja, maka semua ingatan dalam episode itu akan 'terbongkar' dengan jelas.
Namun, antara pikiran dan perasaan memang tidak selalu kompak. Dulu kita begitu tergila-gila pada sosok Rano Karno, yang sempat merajai film-film romantis tahun '80-an. Tapi kalau sekarang kita bernostalgia dengan menonton kembali film-film itu, mungkin sosok Rano terasa biasa-biasa saja. Malah kita barangkali menertawakan kegilaan kita dulu. Tak heran kalau dalam suatu reuni kita bertemu lagi dengan mantan pacar, kita merasa 'biasa-biasa' saja. Padahal dulu kita sempat sakit hati ia memutuskan cinta. Maka betul kata pepatah, 'you can forgive, but can't forget'. Peristiwa yang terjadi di masa lalu pasti akan tetap ada dalam ingatan kita, sampai kapan pun, menyatu sebagai bagian diri kita.