Siska, 43 tahun, ibu dua anak, baru saja diangkat sebagai manager di kantornya, membawahi sekian
banyak konsultan keuangan. Namun suatu hari ia terkejut melihat anaknya, Hendri, begitu pucat.
Segera ia membawanya ke dokter, dan empat hari kemudian siswa kelas satu SLTP ini didiagnosis
sejenis leukemia yang langka, dan membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit.
Siska dan Rudi, suaminya, menunggui Hendri di rumah sakit. Menjaga, merawat dan menghibur si kecil
dalam menghadari beragam tes yang dilakukan. Selang beberapa hari dokter berkata pada suaminya,
sebaiknya ia kembali ke kantor, sementara Siska dianjurkan untuk mengambil cuti panjang, bahkan
kalau perlu, berhenti bekerja.
Meskipun sebagai ibu Siska rela mengorbankan apa saja demi anaknya, terhenyak juga dia mendengar
saran dokter. Ia memprotes dalam hati: “Kenapa aku yang harus berhenti bekerja, sementara Rudi tidak?
Apakah karierku kalah penting dibandingkan dengan Rudi?” Tapi tentu saja ia hanya menelan pertanyaan
itu. Sudah jelas ibulah yang lebih pantas diam di rumah menunggui anak sakit.
Hendri dirawat selama hampir dua bulan. Selama itu pula, Siska berusaha menyesuaikan diri dengan
situasi baru. Setiap pagi ia datang ke rumah sakit dengan rias wajah dan pakaian seperti akan bekerja.
“Aku menghadapi sakit Hendri sebagai suatu pekerjaan,” katanya. “Aku ingin Hendri melihatku dalam
keadaanku sehari-hari, bukan lusuh dan murung seakan-akan sudah kalah.”
Setelah Hendri berhasil melewati bulan-bulan kritis, Siska menghubungi kembali klien-kliennya dan
bekerja lagi seperti semula. “Untunglah aku tidak sepenuhnya menutup diri dan berhenti bekerja,”
katanya. “Aku terbiasa bekerja keras, aku butuh untuk tetap sibuk. Kalau tidak, aku akan kehilangan
semangat hidup.”
Siska beruntung, sebab kantor tempatnya bekerja mendukungnya. Sebagian, hal itu terjadi karena dia berani berterus terang pada atasannya. Katanya, “Aku menghadapi ‘tugas’ yang paling sulit dan paling lama. Beri aku kesempatan menyelesaikannya dengan tuntas.” Dia melakukan apa yang belum tentu dilakukan ibu bekerja lainnya.
(bersambung)